Rabu, 09 November 2016

Apakah Benar Pemimpin Kafir Yang Adil Lebih Baik Dari Pemimpin Muslim Yang Zalim?

Pentingnya keadilan serta bahayanya kedzaliman terhadap eksistensi sebuah bangsa. Karena dalam urusan dunia Allah tidak pilih kasih. Dia memberi rahmat kepada seluruh makhluk, baik kepada orang mukmin ataupun orang kafir bila ia telah melakukan ikhtiar

12825 1
Broken_by_radioPooh
Pemimpin Kafir Pemimpin Kafir Yang Adil Lebih Baik Memilih Pemimpin Kafir Pemimpin Kafir Dalam Islam Hukum Memilih Pemimpin Non Muslim
Beberapa hari ini kami mendapat pertanyaan seputar perkataan yang dinisbatkan kepada Ibnu Taimiyah –rahimahullah– yang bunyinya,
حاكم كافر عادل خير عند الله من حاكم مسلم ظالم
“pemimpin kafir yang berlaku adil lebih baik disisi Allah ketimbang pemimpin muslim yang dzalim”.
Apakah benar pernyataan diatas merupakan pernyataan Ibnu Taimiyah..?
Apakah Ibnu Taimiyah membolehkan orang kafir menjadi pemimpin dengan syarat berlaku adil.?
Jawabannya tentu tidak benar, kalimat diatas sudah mengalami tahrif (perubahan). Memang benar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah mengatakan bahwa
فَإِنَّ النَّاسَ لَمْ يَتَنَازَعُوا فِي أَنَّ عَاقِبَةَ الظُّلْمِ وَخِيمَةٌ وَعَاقِبَةُ الْعَدْلِ كَرِيمَةٌ وَلِهَذَا يُرْوَى : ” اللَّهُ يَنْصُرُ الدَّوْلَةَ الْعَادِلَةَ وَإِنْ كَانَتْ كَافِرَةً وَلَا يَنْصُرُ الدَّوْلَةَ الظَّالِمَةَ وَإِنْ كَانَتْ مُؤْمِنَةً
“Manusia tidak berselisih bahwa balasan dari perbuatan zalim adalah kebinasaan sementara balasan dari sikap adil adalah kemuliaan. Oleh karena itu diriwayatkan bahwa “Allah akan menolong negara yang adil sekalipun kafir, dan akan membinasakan Negara yang zalim sekalipun beriman“”.
Akan tetapi perlu diketahui bahwa perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tidak bisa difahami sepotong-sepotong. Perkataan beliau harus difahami secara utuh, hal ini telah kami jelaskan pada tulisan kami sebelumnya yang membahas tentang hal-hal yang harus diperhatikan pembaca sebelum membaca karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Bila kita membaca pernyataan beliau secara utuh di dalam risalah Al Hisbah, sama sekali tidak ada indikasi bahwa Syaikhul Islam merestui kepemimpinan orang kafir sekalipun dia adil. Karena hal ini merupakan masaalah pokok yang sudah difahami dalam islam, dimana agama kita secara tegas menolak kepemimpinan orang kafir terhadap orang islam. Dan Syaikhul Islam merupakan ulama yang dikenal tegas dalam masalah ini.
Pernyataan beliau didalam risalah Al Hisbah adalah penjelasan tentang pentingnya keadilan serta bahayanya kedzaliman terhadap eksistensi sebuah bangsa. Karena dalam urusan dunia Allah tidak pilih kasih. Dia memberi rahmat kepada seluruh makhluk, baik kepada orang mukmin ataupun orang kafir bila ia telah melakukan ikhtiar. Akan tetapi orang mukmin akan mendapakan balasan kebaikannya di dunia dan di akhirat, sementara orang kafir hanya akan mendapatkan balasan kebaikannya di dunia saja. Jadi pertolongan Allah kepada orang-orang kafir semata-mata nikmat dunia yang disegerakan kepada mereka, tanpa menyisahkan nikmat tersebut untuk kehidupan akhirat mereka.
Hal ini semakna dengan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,
إن الله لا يظلم مؤمنا حسنة، يعطى بها في الدنيا، ويجزى بها في الآخرة، وأما الكافر فيطعم بحسنات ما عمل بها لله في الدنيا، حتى إذا أفضى إلى الآخرة لم تكن له حسنة يجزى بها. رواه مسلم
Sesungguhnya Allah tidak akan menzhalimi seorang mukmin yang berbuat baik. Di dunia dia akan mendapatkan balasan dan di akhirat ia akan mendapatkan pahala. Sementara itu, orang kafir (yang berbuat baik) akan diberi kebaikan oleh Allah di dunia, sementara di akhirat ia tidak akan mendapatkan pahala”. (HR. Muslim)
Jadi tidak ada yang salah dari pernyataan Ibnu Taimiyah. Tafsirannya saja yang keliru, karena berangkat dari redaksi yang sudah mengalami perubahan.
Catatan:
  1. Syaikhul islam seolah mengisyaratkan bahwa kebinasaan merupakan akhir dari sebuah kedzaliman, itulah sunnatullah yang berlaku. Keadilan dan kedzoliman pasti akan berbalas, walau untuk waktu yang lama. Dan ini berlaku di negara yang tidak megenal tuhan sekalipun. Karena Allah tidak akan menzhalimi siapapun diantara makhluk-Nya. Maha besar Allah dengan segala Keadilan-Nya.
  2. Sebuah negara hanya akan meraih kejayaannya bila pemimpinnya adil, dan keadilan yang hakiki hanya bisa diwujudkan bila syariat Allah tegak sebagai dustur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
  3. Tidak ada keadilan hakiki diluar Islam. Islam tidak pernah merasa aman selama dipimpin orang kafir. Sebaliknya islam selalu memberi rasa aman pada semua orang bila berkuasa. sejarah telah membuktikan itu.
Ataukah sejarah harus berulang untuk membuktikan semua itu.?
Semoga Allah menjaga bumi pertiwi dari berbagai makar jahat.
Wallahu a’lam
________________
Antara Jeddah dan Madinah
22 Muharram 1436 H

Penulis: Ust. Aan Chandra Thalib, Lc.
Artikel Muslim.Or.Id
Walaupun ada rintangan-rintangan, persengkongkolan dan rencana semacam itu, pendirian Khilafah sekali lagi akan menjadi kenyataan dalam Dunia Islam. Kita harus mengambil kesempatan ini di saat hari peringatan kehancuran Khilafah untuk merefleksikan situasi saat ini dari kaum muslimin dan memastikan bahwa hanya dengan berusaha untuk mengembalikan Khilafah lah kita dapat mencapat kesuksesan yang sesungguhnya dalam kehidupan saat ini dan kehidupan yang akan datang.
Ath Thariq:17 ﴿
Karena itu beri tangguhlah orang-orang kafir itu yaitu beri tangguhlah mereka itu barang sebentar.


ZIONIS BERKUASA ATAS HARTA, PEMERINTAHAN DEMOKRASI DIMANA-MANA, PERGAULAN ANAK2 ZIONIS YANG MERUSAK AKHLAK.
﴾ Al Israa’:6 ﴿
Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar
NABI ISA BANGKIT, IMAM MAHDI BANGKIT DARI KETURUNAN NABI2 TERDAHULU YANG TELAH DIBUNUH OLEH KAUM ZIONIS, DARI KETURUNAN ROSULULLAH SAW, NABI IBRAHIM, DLL.
﴾ Al Israa’:7 ﴿
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami bangkitkan musuhmu) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.
Ath Thariq:1 ﴿
Demi langit dan yang datang pada malam hari,  
Ath Thariq:2 ﴿
tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?
Ath Thariq:3 ﴿
(yaitu) bintang yang cahayanya menembus,
Kemunculan Imam Mahdi semakin dekat saja, baru2 ini telah ditemukan komet yg paling terang sealam semesta, bahkan komet ini lebih terang dibanding bulan purnama, telah ditemukan sebuah komet, yang diperkirakan bakal teramati dengan jelas oleh warga Bumi pada akhir 2013 mendatang. Komet yang diberi nama ISON (C/2012 S1) itu disebut-sebut merupakan komet yang bakal terlihat lebih terang 15 kali daripada Bulan. Wow!!
Comet C/2012 S1 (ISON) ditemukan di Russia oleh astronomer Vitali Nevski dan Artyom Novichonok di International Scientific Optical Network (ISON) pada tanggal 21 September 2012.
“Diperkirakan baru akan terlihat sangat terang dan jelas oleh mata telanjang pada 2013 ketika komet ISON mendekati matahari,” ujar Profesor Riset Astronomi, Astrofisika Lembaga Penerbangan dan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin, pada akhir pekan lalu.
Komet ISON mungkin akan menjadi komet paling terang yang disaksikan manusia dalam beberapa abad.
Untuk kali pertamanya, bintang berekor itu mengunjungi bagian dalam tata surya. Ia akan menawarkan pemandangan spektakuler di belahan bumi utara di bulan November dan Desember, saat kepalanya mengarah ke matahari, bersiap mencemplungkan diri ke gelegak panas Sang Surya. Meledak dan mati.
Saat ini ISON teramati bergerak di sekitar Yupiter. Astronom Dr David Whitehouse, mengatakan komet akan terlihat dengan mata telanjang di langit malam pada akhir November.
“Ekornya bisa meregang seperti cahaya yang menyorot ke langit di atas cakrawala,” tulis Dr Whitehouse di situs Independent, seperti dilansir Daily Mail, (27/12/2012).
“Kemudian, ia akan berayun cepat mengelilingi matahari, melewatinya dalam jarak dua juta mil, jauh lebih dekat dari yang pernah dilakukan planet manapun.”
“Sebuah bintang dengan ekor bercahaya akan muncul dari Timur sebelum munculnya Al Mahdi.” (Ka’b al-Ahbar)
“Sebuah komet akan muncul di Timur dengan mengeluarkan cahaya sebelum tiba.” (Ibn Hajar al-Haythami, Al-Qawl al-Mukhtasar fi `Alamat al-Mahdi al-Muntazar, hal. 53)
Saidina Ali ra mengungkapkan dalam catatannya (Jufr Ahmar), :
“Kedatangan Al Mahdi akan di dahului oleh kemunculan bintang yang ekornya menakjubkan, bukan seperti bintang yang kamu lihat muncul setiap dua pertiga pada satu dekad (sepuluh tahun) dan bukan juga bintang yang muncul pada dua pertiga abad dan bukan juga bintang yang muncul setiap abad.Tetapi ia adalah bintang berabad-abad, yang diliputi api, salji, udara dan tanah.Ekornya memanjang, kelajuannya seperti kelajuan cahaya matahari ketika menyonsong fajar.Hujung depannya bertemu dengan hujung belakangnya seperti lingkaran raksasa memancarkan sinar terang dalam langit yang gelap seperti matahari yang terbit.
Kemudian bintang itu akan kembali beredar pada orbitnya.Setelah itu akan datang banyak malapetaka dan kematian yang merupakan keuntungan bagi orang-orang yang baik, dan ia merupakan kerugian bagi orang -orang yang jahat”.
akan tetapi kemunculan komet ini, akan terlebih dahulu dua kali gerhana di bulan ramadhan..
“Munculnya bintang (komet) itu akan terjadi setelah gerhana matahari dan bulan.” (Al-Muttaqi al-Hindi, Al-Burhan fi Alamat al-Mahdi Akhir al-zaman, hal. 32)
“Ada dua tanda untuk kedatangan Al Mahdi … Yang pertama adalah gerhana bulan di malam pertama Ramadhan, dan kedua adalah gerhana matahari di pertengahan bulan ini.” (Ibn Hajar al-Haythami, Al-Qawl al-Mukhtasar fi `Alamat al-Mahdi al-Muntazar, hal. 47)
“… Gerhana matahari di pertengahan bulan Ramadhan dan gerhana bulan di akhirnya ….” (Al-Muttaqi al-Hindi, Al-Burhan fi Alamat al-Mahdi Akhir al-zaman, hal. 37)
dalam hadits diatas maksudnya adalah akan ada gerhana bulan dan matahari di awal sebelum ramadhan tiba, pada tanggal 25 april 2013 kemarin telah terjadi gerhana pertama yaitu gerhana bulan, pada tanggal 10 mei 2013 kemarin telah terjadi gerhana matahari, pada tanggal 25 mei 2013 telah terjadi gerhana bulan, ini berarti sama seperti hadits diatas, “…gerhana matahari dipertengahan dibulan ini” bermaksud ditengah bulan2 pada terjadinya gerhana bulan ada gerhana matahari dipertengahannya.wallahu’alam.
kemudian setelah kemunculan gerhana, akan terjadi huru-hara besar di bulan syawal (agustus ini), pembicaraan perang dunia ke-3 oleh para zionis dibulan Dzulqai’dah (september ini), dan mulainya perang dunia ke-3 (Armageddon) di bulan Dzuhijjah (oktober ini),bisa juga sebaliknya yaitu bulan syawal (oktober), bulan dzulqaidah (november), bulan dzulhijjah (desember), karena mengingat komet ISON muncul di bulan antara november atau desember, dan tidak menutup kemungkinan jika pecah perangnya ini dikarenakan umat muslim yg tersesat yg mengikuti orang yahudi dan nashrani dalam perayaan tahun baru dan berbuat kemaksiatan disegenap penjuru negeri melakukan hura-hura akhir tahun..wallahu’alam.
“Akan ada huru hara di bulan Syawal (bulan kesepuluh dalam kalender Hijriyah), pembicaraan tentang perang di bulan Dzulqa’dah (bulan kesebelas dalam kalender Hijriyah) dan pecahnya perang di bulan Dzulhijjah (bulan kedua belas).” (Allamah Muhaqqiq Ash-Sharif Muhammad ibn ‘Abd al-Rasul, Al-Isaatu li Asrat’is-saat, hal. 166)
Ada sebuah manuskrip langka dari Abad ke 2 H yang ditulis oleh salah seorang Tabi’at – Tabi’in yang berasal dari Syam. Manuskrip ini tersimpan di perpustakaan Turki di Istanbul dan ditulis ulang oleh beberapa peneliti.
Manuskrip ini berjudul “ Salam wa Harb fi Akhir Zaman ar Rabb “.
Kutipan sesuai terjemahan aslinya sebagai berikut :
“ Perang akhir zaman adalah Perang Dunia, yakni kali ketiga sesudah dua perang besar sebelumnya. Banyak sekali yang mati di dalamnya. Perang dikobarkan oleh seorang laki-laki yang merupakan kucing besar di negeri gelas dan mahkota di kepala……sementara Perang Kedua dikobarkan oleh seorang laki-laki yang nama panggilannya adalah Tuan Besar dan seluruh dunia memanggilnya Hitler………(kalimat terhapus)”
Kalimat di atas adalah bagian dari riwayat yang disampaikan oleh Abu Hurairah, Ibn Abbas, dan Ali Bin Abi Thalib. Kemudian dalam sebuah riwayat yang tida berani disampaikannya semasa hidupnya, Abu Hurairah – ketika hamper tiba saat kematiannya – berkata kepada orang-orang di sekitarnya : ‘ ( Riwayat itu berkaitan dengan berita yang kuketahui tentang keadaan perang akhir zaman. ‘ Mereka berkata, ‘ Sampaikanlah kepada kami. Tidak apa-apa, dan semoga Allah memberimu balasan dengan kebaikan.’
Maka Abu Hurairah pun berkata : “ Dalam rangkaian ( hitungan ) Hijrah sesudah seribu tiga ratus ( tahun ), dan mereka mengikat perjanjian yang disitu Raja Roma melihat bahwa perang semesta dunia pasti terjadi. Allah menghendaki terjadinya perang. Dan waktu tidak berjalan tanpa perjanjian dan perjanjian. Lalu berkuasalah seorang laki-laki dari negeri yang bernama JIRMAN, bernama Al-HIRR. Ia ingin menguasai seluruh dunia. Memerangi semua bangsa di negeri-negeri salju dan kebaikan. Ia bergerak dengan murka Allah sesudah beberapa tahun api (menyala). Ia ingin membunuh rahasia Ar-RUSY atau Ar –RUS…(kalimat terhapus)
Dalam rangkaian Hijrah sesudah seribu tiga ratus ( tahun ), terhitung lima atau enam, Mesir diperintah oleh seorang laki-laki yang dipanggil dengan “ NASHIR “ yang disebut bangsa Arab sebagai “ Sang Pemberani dari Mesir “ Allah membuatnya hina dalam perang dan perang, dan ia tidak memperoleh kemenangan. Kemudian Allah menghendaki Mesir memperoleh kemenangan di bulan-bulan yang mereka cintai, dan itu adalah untuk-Nya. Mesir diterima sebagai pemelihara al Bait dan Arab, dengan seorang laki-laki bersama SADA, ayahnya ANWAR. Akan tetapi ia berdamai dengan pencuri Masjid Al Aqsa di negeri Al-Hazin.
Di Irak muncul seorang lai-laki yang bertindak sewenang-wenang…… dan…….(kalimat terhapus) Sufyani.
Di salah satu matanya terdapat tanda sedikit kemalasan. Namanya Ash-SHADDAM, yakni penghancur orang-orang yang bersekutu untuk menentangnya di Kuwait kecil yang dimasukinya. Ia adalah MAHDUN. Tidak ada kebaikan bagi SUFYANi kecuali dengan Islam. Ia baik dan buruk, dan kecelakaan bagi pengkhianat Al-MAHDI yang terpercaya.
Dalam rangkaian Hijrah seribu empat ratus ( tahun ) dan hitungan dua atau tiga…….(kalimat terhapus), Al-MAHDI Al AMIN keluar dan memerangi seluruh dunia dan menghimpun orang-orang sesat dan dimurkai Tuhan, dan orang-orang yang terseret dalam kemunafikan di bumi ISra’ dan Miraj di tepi bukit MAJIDUN.
Dalam perang itu keluar seorang ratu dunia, pelaku maker dan pelacur. Namanya AMIRIKA. Ia menggoda dunia waktu itu dalam kesesatan dan kekafiran. Sementara itu Yahudi dunia saat itu berada di tempat yang paling tinggi. Mereka menguasai seluruh Al QUDS dan Al MADINAH Al MUQADDASAH ( Kota yang disucikan ).
Semua negeri datang dari laut dan udara, kecuali negeri salju yang menakutkan dan negeri panas yang menakutkan. Al MAHDI melihat bahwa seluruh dunia melakukan makar buruk kepada dirinya dan ia melihat bahwa makar Allah lebih hebat lagi. Ia melihat bahwa seluruh alam Tuhan berada dalam kekuasaannya. Akhir dari perang itu ada di tangannya, dan seluruh dunia merupakan pohon yang dimilikinya dari dahan hingga ranting-rantingnya. Di tanah Isra’ dan Mi’raj terjadi perang dunia yang disitu Al Mahdi memberi peringatan kepada orang-orang kafir bila mereka tidak mau keluar. Maka orang-orang kafir dunia berkumpul untuk memerangi Al Mahdi dalam pasukan sangat besar yang belum pernah dilihat sebelumnya. Dalam kelompok kekuatan Yahudi Al KHAZAR dan Bani Israel masih terdapat pasukan lain yang tidak diketahui jumlahnya. Al Mahdi melihat bahwa siksa Allah sangat mengerikan dan bahwa janji Allah benar-benar telah dating dan tidak diakhirkan lagi. Kemudian Allah melempari mereka dengan lemparan yang dahsyat. Bumi, lautan dan langit terbakar, untuk mereka, dan langit menurunkan hujan yang sangat buruk. Seluruh penduduk bumi mengutuk orang kafir dunia, dan Allah mengizinkan lenyapnya seluruh orang kafir di Perang DAJJAL, dan perangnya terjadi di negeri Syam dan kejahatan………”
wallahu’alam..
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.”
Rasulallah SAW bersabda :“Barang siapa yang menyampaikan 1
(satu) ilmu saja dan ada orang yang mengamalkannya, maka
walaupun yang menyampaikan sudah tiada (meninggal dunia), dia
akan tetap memperoleh pahala.”(HR. Al-Bukhari)
bagikanlah artikel ini dan amalkanlah, bagikanlah melalui BBM, kaskus, twitter, fb, atau kalian bisa print artikel ini dan sebarkan ke siapapun yg tidak mengira-ngira akan terjadi hari pembalasan ini…..
Rasulullah SAW bersabda “Rencana ALLAH SWT untuk kebangkitan islam akhir zaman telah berlaku zaman kenabian atas kamu, maka berlakulah zaman kenabian itu sebagaimana yg ALLAH SWT kehendaki. Kemudian ALLAH SWT mengangkat zaman itu. Kemudian …berlakulah zaman kekhalifahan (Khulafa’ur Rasyidin) yg berjalan seperti kenabian. Maka berlakulah zaman itu sebagaimana ALLAH SWT kehendaki. Kemudian ALLAH SWT mengangkatnya pula. Kemudian berlakulah zaman penindasan dan penzaliman (pemerintahan liberal/diktator/demokrasi) dan berlakulah zaman itu sebagaimana yg ALLAH SWT kehendaki. Kemudian berlaku pula zaman kekhalifahan (Imam Mahdi dan nabi Isa AS) yg berjalan diatas cara hidup zaman kenabian.” kemudian baginda nabi SAW diam.” [HR. Ahmad)
  Ath Thariq:15 ﴿
Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya.
  Ath Thariq:16 ﴿
Dan Akupun membuat rencana (pula) dengan sebenar-benarnya.
 
hadits riwayat Abu Hurairah RA, sabda Nabi Muhammad SAW:
 إِنَّ اللهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا
“Sesungguhnya Allah akan menurunkan (orang) setiap permulaan 100 tahun seseorang kepada Umat yang akan (Tajdid) mengembalikan kegemilangan Agama mereka” [Hadits diriwayatkan oleh Abu Daud, Hakim di dalam Mustadrak dan al-Baihaqi di dalam al-Ma’rifah].
Mujaddid (Bahasa Arab: مجدد), dalam etimologi Islam, berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah orang yang membawa pembaruan atau seorang pembaru. Dalam budaya muslim, Mujaddid adalah orang yang memperbaiki kerusakan yang ada pada urusan atau praktek agama Islam yang dilakukan oleh umat muslim. Mujaddid tidak membawa agama baru, namun hanyalah membawa metode-metode baru dan memperbaiki metode yang menyimpang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits serta memperbaiki kerusakan-kerusakan yang sudah terjadi pada urusan agama Islam. Mujaddid muncul pada tiap awal kurun waktu/abad tertentu dalam kalender Hijriah. Mujaddid bisa saja seorang Ulama, Khalifah, Cendikiawan, tapi yang pasti, mereka adalah orang yang berpengaruh besar dalam menegakkan agama Islam di zamannya. Mujaddid memiliki tugas untuk memperbaiki, membangkitkan dan membersihkan Islam yang dinodai unsur Bid’ah, Kurafat, dan sebagainya.Imam Jalaudin as-Suyuthi (wafat tahun 911 H) dalam kitabnya Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an menulis: “Disunahkan membaca Al-Qur’an dengan tadabbur [merenungkan kandungan maknanya] dan tafahhum [berusaha memahami kandungan maknanya], karena hal itu merupakan maksud teragung dan tujuan terpenting [dari membaca Al-Qur’an], dengannya dada akan lapang dan hati akan mendapatkan cahaya.”Allah Ta’ala berfirman:كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ‘[Al-Qur’an adalah] sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu, penuh berkah, agar mereka mentadabburi ayat-ayatnya…” (QS. Shad [38]: 29)
Allah Ta’ala juga berfirman:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“Maka apakah mereka tidak mentadabburi Al-Qur’an ataukah pada hati mereka terdapat gembok-gembok penghalangnya?” (QS. Muhammad [47]: 24)
Imam Muhammad Thahir bin ‘Asyur at-Tunisi (wafat tahun 1393 H) menulis:
وَحَرْفُ أَمْ لِلْإِضْرَابِ الِانْتِقَالِيِّ. وَالْمَعْنَى: بَلْ عَلَى قُلُوبِهِمْ أَقْفَالٌ وَهَذَا الَّذِي سَلَكَهُ جُمْهُورُ الْمُفَسِّرِينَ
“Huruf am [ataukah] dalam ayat tersebut berfungsi sebagai bentuk kebalikan pepindahan. Maknanya adalah [mereka tidak mentadaburi Al-Qur’an] justru [karena] pada hati mereka terdpat gembok-gembok penghalangnya. Inilah penafsiran yang ditempuh oleh mayoritas ulama tafsir.” (Muhammad Thahir at-Tunisi, At-Tahrir wa at-Tanwir fit Tafsir, 26/113)
Maksud dari pernyataan Imam Muhammad Thahir bin ‘Asyur at-Tunisi diatas adalah, ketika tafsiran AL-Qur’an telah dirubah2 oleh ulama-ulama yg mementingkan politik, maka kita patut untuk mentadaburi AL-Qur’an untuk mengetahui makna tafsiran yg sebenarnya, seperti dibawah ini..
( Ali Imran:140 )
“…..Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim,”
﴾ Ali Imran:141 ﴿
Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir.
﴾ Ali Imran:142 ﴿
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.”
hitler_bani israil

Inilah Penyebab Hitler NAZI Membunuh Kaum Zionis Bani Israil
﴾ Al Israa’:4 ﴿
Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: “Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar”.


Konspirasi Kolonialis Eropa Menghancurkan khilafah.
Pada hari Senin tanggal 3 Maret 1924 (28th Rajab 1342AH), dunia dikejutkan oleh berita bahwa Mustafa Kemal di Turki secara resmi telah menghapus Khilafah. Pada malam itu Abdul Majid II, Khalifah terakhir kaum muslimin, dipaksa untuk mengemas kopernya yang berisi pakaian dan uang ke dalam kendaraan nya dan diasingkan dari Turki, dan tidak pernah kembali. Dengan cara itulah pemerintahan Islam yang berusia 1342 tahun berakhir. Kisah berikut adalah sekelumit sejarah dari tindakan-tindakan kekuatan kolonialis dengan pertama kali menyebarkan benih perpecahan diantara kaum muslimin dengan menanamkan nasionalisme dan akhirnya mengatur penghancuran Daulah Khilafah melalui agen-agen pengkhianatnya.Beberapa bulan setelah penghancuran Khilafah tanggal 24 Juli 1924, kemerdekaan Turki secara resmi diakui dengan penandatanganan Traktat Lausanne. Inggris dan sekutu-sekutunya menarik semua pasukannya dari Turki yang ditempatkan sejak akhir PD I. Sebagai reaksi dari hal ini, dilakukan protes pada Menlu Lord Curzon di House of Common karena Inggris mengakui kemerdekaan Turki. Lord Currzon menjawab,” Situasinya sekarang adalah Turki telah mati dan tidak akan pernah bangkit lagi, karena kita telah menghancurkan kekuatan moralnya, khilafah dan islam.”Para misionaris itu bekerja dengan berkedok lembaga-lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan. Awalnya akibat dari tindakan itu hanya kecil saja. Tapi selama abad ke 18 dan 19 ketika kemunduran Khilafah mulai muncul, mereka mampu mengeksplotasi kelemahan negara dan menyebarkan konsep-konsep yang jahat kepada masyarakat. Di abad 19, Beirut menjadi pusat aktivitas misionaris. Selama masa itu, para misionaris mengeksploitasi perselisihan dalam negeri diantara orang Kristen dan Druze dan kemudian antara Kristen dan Muslim, dengan Inggris berpihak pada Druze sementara Perancis berpihak pada Kristen Maronit. Selama masa itu para misionaris itu memiliki dua agenda utama: (1) Memisahkan Orang Arab dari Khilafah Usmani; (2) Membuat kaum muslimin merasa terasing dari ikatan Islam
Tahun 1875 “Persekutuan Rahasia” dibentuk di Beirut dalam usaha untuk mendorong nasionalisme Arab diantara rakyat. Melalui pernyataan-pernyataan dan selebaran-selebaran, persekutuan itu menyerukan kemerdekaan politik orang Arab, khususnya mereka yang tinggal di Syria dan Libanon. Dalam literaturnya, mereka berulangkali menuduh Turki merebut Khilafah Islam dari orang Arab, melanggar Syariah, dan , mengkhianati Agama Islam.
Hal ini memunculkan benih-benih nasionalisme yang akhirnya berbuah pada tahun 1916 ketika Inggris memerintahkan seorang agennya Sharif Hussein dari Mekkah untuk melancarkan Pemberontakan Arab terhadap Khilafah Usmani. Pemberontakan ini sukses dalam membagi tanah Arab dari Khilafah dan kemudian menempatkan tanah itu di bawah mandat Inggris dan Perancis.
Di saat yang sama, nasionalisme mulai dikobarkan diantara orang Turki. Gerakan Turki Muda didirikan tahun 1889 berdasarkan nasionalisme Turki dan dapat berkuasa tahun 1908 setelah mengusir Khalifah Abdul Hamid II. Pengkhianat Mustafa Kamal yang menghapus Kekhalifahan adalah anggota Turki Muda. Inilah alasanya mengapa Kemal kemudian berkata: ”Bukankah karena Khilafah, Islam dan ulama yang menyebabkan para petani Turki berperang hingga mati selama lima abad? Sudah waktunya Turki mengurus urusannya sendiri dan mengabaikan orang India dan orang Arab. Turki harus melepaskan dirinya untuk memimpin kaum muslimin.”
Tahun-tahun berlanjutnya kehancuran Khilafah, Inggris memainkan peranan kunci dengan cara memelihara agennya Mustafa Kamal. Melalui sejumlah maneuver politik dengan bantuan Inggris, Mustafa Kamal mampu menjadikan dirinya berkuasa di Turki. Tahun 1922, Konperensi Lausanne diorganisir oleh Menlu Inggris Lord Curzon untuk mendiskusikan kemerdekaan Turki. Turki pada saat itu adalah di bawah pendudukan pasukan sekutu dengan institusi Khilafah yang hanya tinggal nama. Selama konperensi itu Lord Curzon menetapkan empat kondisi sebelum mengakui kemerdekaan Turki. Kondisi-kondisi itu adalah: (1) Penghapusan total Khilafah : (2) Pengusiran Khalifah ke luar perbatasan; (3) Perampasan asset-aset Khilafah : (4) Pernyataan bahwa Turki menjadi sebuah Negara Sekuler
Suksesnya Konperensi itu terletak pada pemenuhan keempat kondisi itu. Namun, dengan tekanan asing yang sedemikian itupun, banyak kaum muslimin di dalam negeri Turki masih mengharapkan Khilafah, yang telah melayani Islam sedemikan baiknya selama beberapa abad dan tidak pernah terbayangkan bahwa Khilafah bisa terhapus. Karena itu, Lurd Curzon gagal untuk memastikan kondisi-kondisi ini dan konperensi itu berakhir dengan kegagalan. Namun, dengan liciknya Lord Curzon atas nama Inggris tidak menyerah. Pada tanggal 3 Maret 1924 Mustafa Kemal memakai kekuatan bersenjata dan menteror lawan-lawan politiknya sehingga mampu menekan melalui Undang-undang Penghapusan Khilafah yang memungkingkan terhapusnya institusi Khilafah.
Untuk kekuatan kolonialis, penghancuran Khilafah tidaklah cukup. Mereka ingin memastikan bahwa Khilafah tidak pernah bangkit lagi dalam diri kaum Muslimin. Lord Curzon berkata, “Kita harus mengakhiri apapun yang akan membawa persatuan Islam diantara anak-anak kaum muslimin. Sebagaimana yang kita telah sukses laksanakan dalam mengakhiri Khilafah, maka kita harus memastikan bahwa tidak pernah ada lagi bangkitnya persatuan kaum muslimin, apakah itu persatuan intelektual dan budaya.”
Karena itu, mereka meberikan sejumlah rintangan dalam usaha menegakkan kembali Khilafah seperti:
1. Pengenalan konsep-konsep non-Islam di Dunia Islam seperti patriotisme, nasionalisme, sosialisme dan sekularisme dan mendorong gerakan politik kolonialis yang berdasarkan ide-ide ini.
2. Kehadiran kurikulum pendidikan yang dibuat oleh kekuatan penjajah , yang masih tetap bercokol selama 80 tahun, yang membuat mayoritas kaum muda yang lulus dan ingin meneruskan pendidikannya ke arah yang bertentangan dengan Islam.
3. Jeratan ekonomi di Dunia Islam oleh pemerintahan Barat dan perusahaan-perusahaannya dimana masyarakat hidup dalam kemiskinan yang menghinakan dan dipaksa untuk terfokus hanya pada bagaimana menghidupi dirinya sendiri dan keluarganya dan tidak peduli dengan peran sesungguhnya dari para penjajah itu.
4. Warisan yang disengaja untuk memecah Dunia Islam yang berkisar pada garis perbatasan yang senantiasa diperdebatkan sehingga kaum muslimin akan tetap terlibat dalam masalah-masalah sepele.
5. Pendirian organisasi-organisasi seperti Liga Arab dan kemudian Organisasi Konperensi Islam (OKI) yang menipiskan ikatan Islam, dan terus melanjutkan adanya perpecahan di Dunia Islam sementara tetap gagal dalam memecahkan tiap masalah atau isu yang muncul.
6. Pemaksaan berdirinya Negara asing, Israel, di jantung Dunia Islam yang menjadi pemicu serangan kekuatan Barat atas kaum muslimin yang tidak bisa mempertahankan diri sementara mereka terus menghidupkan mitos rasa rendah diri kaum muslimin.
7. Kehadiran penguasa-penguasa zalim di Dunia Islam yang kesetiaanya adalah pada tuannya yakni negara-negara Barat; yang menindas dan menyiksa umat Islam; mereka bukanlah dari umat dan membenci umat sebagaimana umat membenci mereka.
Hadis ke 37

Hukuman bagi pemimpin yang suka money politic

Rasul s.a.w melaknat orang yang menyuap dan disuap.
Hadis ini sungguh sangat relevan untuk konteks indoensia saat ini, di mana dalam setiap unsur birokrasi kita hampir dipastikan tidak bisa lepas dari yang namanya “suap”. Mulai dari ngurus ktp di tingkat rt, hingga ngurus tender proyek infrastruktur di tingkat presiden, mulai dari pemilihan ketua rt hinhha pemilihan presiden. Semuanya tidak steril dari praktik suap-menyuap. Entah dari mana asal muasalnya, yang jelas praktik suap ini sudah diperingatkan oleh rasul. Itu artinya, sejak kepemimpinan rasul s.a.w, pratik suap ini sudah terjadi, dan rasul turun untuk memerangi pratik kotor ini.
Bila kita memaknai ancaman “laknat” bagi penyuap dan yang disuap sebagaiman hadis di atas, maka sebenarnya ancaman itu menunjukkan sebuah ancaman yang cukup berat. Karena bahasa laknat biasanya bukan hanya berarti hukuman tuhan di akhirat, melainkan juga terjadi di dunia. Kita lihat misalkan dalam kasus kaum sodom yang dilaknat tuhan dengan berbagai penyakit yang menyakitkan dan mematikan, demikian pula setelah di akhirat nanti mereka juga akan kembali dilaknat dengan lebih kejam. Oleh sebab itu, allah tidak akan bermain-main dengan praktik kotor yang menjijikkan ini.
Namun anehnya, banyak di antara orang yang tidak sadar kalau dirinya sudah disuap. Fenomena ini banyak kita temui ketika menjelang pemilu, misalkan seorang kiai/ulama pemimpin pesantren yang diberi (biasanya pakai bahasa disumbang) sejumlah dana oleh partai politik tertentu agar pesantrennya mau mendukung parpol yang bersangkutan. Sang kia sering tidak sadar (atau berpura-pura tidak sadar) bahwa dana sumbangan itu bisa dikategorikan, yang dalam bahasa politiknya, sebagai money politic. Memang praktik “sumbangan politik” ini tidak terlalu kentara sebagai suap, namun bila sebuah sumbangan itu dilandasi oleh kepentingan tetentu dan tuntutan tertentu, maka ia layak disebut suap. Lantas muncul pertanyaan, bagaimana bila sumbangan dana itu tidak disertai tuntutan ? Memang dalam setiap sumbangan, terutama menjelang pemilu, kepentingan dan tuntutannya tidak mungkin dikatakan secara harfiyah atau gamblang. Bahkan bisa jadi seorang politisi pemberi sumbangan itu tidak langsung mneyebutkan kepentingannya dalam menyumbang. Akan tetapi, bila sumbangan itu turun sementara situasi saat itu adalah pemilu, maka sudah bisa dipastikan bahwa sumbangan itu adalah money politic. Oleh sebab itu, untuk menjaga kesyubhatan sebuah sumbangan, sebaiknya kita perlu melacak dulu asbabul wurudnya.
Hadis ke 38
Hadis ke 39

Wajib berkata benar kepada pemimpin meski terasa pahit

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ أُنَاسٌ لِابْنِ عُمَرَ إِنَّا نَدْخُلُ عَلَى سُلْطَانِنَا فَنَقُولُ لَهُمْ خِلَافَ مَا نَتَكَلَّمُ إِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِهِمْ قَالَ كُنَّا نَعُدُّهَا نِفَاقًا

Ada serombongan orang yang berkata kepada ibnu umar; kalau kami bertemu dengan para pemimpin kami maka kami pasti mengatakan sesuatu yang sama sekali berbeda dengan apa yang kami katakan bila tidak bertemu dengan mereka (pemimpin). Ibnu umar berkata: hal itu kami anggap sebagai sebuah sikap munafik. (hr. Bukhori)
Ada satu tradisi buruk yang sering kita lakukan ketika kita menghadap pimpinan, yaitu, selalu mengatakan yang baik-baik, yang senang-senang, dan yang sukses-sukses. Tradisi ini bukan saja dilakukan oleh para menteri ketika menghadap presiden, melainkan tidak jarang juga dilakukan oleh rakyat biasa. Jelas, kalu menteri melakukan tradisi buruk itu dengan tujuan menjilat dan mengharap pujian dari sang pemimpin (presiden). Tapi yang tidak bisa kita fahami ternyata tidak sedikit rakyat biasa juga melakukan praktik buruk tersebut. Memang, bila rakyat biasa tidak separah sebagaiman dilakukan menteri, akan tetapi sebuah sikap berdiam diri ketika berhadapan dengan pemimpin adalah sebuah sikap yang oleh hadis di atas bisa dikategorikan sebagai “munafik”. Padahal, bila kita bertemu pemimpin kita, misalkan kita mendapat kesempatan bertemu langsung dengan presiden kita, maka harus kita manfaatkan waktu pertemuan itu untuk mnegatakan yang sebenarnya tentang situasi atau kehidupan rakyat yang dipimpinnya. Di hadapan pemimpin itulah justru sebuah kesempatan untuk mengatakan bahwa, misalnya, rakyat sedang kekuranagn pangan, rakyat butuh pendidikan gratis, rakyat butuh harga murah, dsb. Bila pemimpin yang bersangkutan marah dan mengancaman sikap tegas kita, maka kita jangan sekali-kali mundur, karena itu adalah kenyataan yang sebenarnya. Dan membohongi kenyataan adalah sama dosanya dengan berbuat munafik. Oleh sebab itu, hadis ini sangat relevan dengan situasi indoensia saat ini yang banyak diwarnai oleh sikap kepura-puraan dalam berperilaku dan berkomunikasi dengan pimpinan.
Hadis ke 40

Sikap dengki pemimpin sangat membahayakan

Muadz berkata: rasul s.a.w mengutusku pergi ke yaman. Ketika aku berangkat kemudian rasul menyuruh orang untuk memanggilku pulang kembali. Kemudian beliau berkata: tahukah engkau kenapa aku memanggilmu kembali ? Yaitu agar engkau tidak terjerumus pada sesuatu yang tidak aku perbolehkan, yakni sifat dengki, karena siapa yang dengki, maka kedengkiannya itu akan datang kepadanya hari kiamat. Dengan maksud itulah aku memanggilmu, ingat itu…! Sekarang kembalilah kamu ke wilayah kekuasaanmu.
Hadis ini turun ketika rasul s.a.w telah mengutus mu’adz bin jabal untuk menjadi gubernur di negeri yaman. Sebagaimana diceritakan dalam hadis di atas, bahwa kepentingan rasul untuk sejenak memanggil pulang kembali mu’adz adalah untuk menasehati dia agar menghindari sikap dengki, karena sikap itu akan menjerumuskan dia ke jurang kesesatan. Mungkin kita tidak pernah berfikir bahwa sikap dengki itu cukup berbahaya. Padahal dari sikap yang seolah remeh tersebut, bisa melahirkan sebuah sikap yang dampaknya jauh lebih berbahaya dari sekedar dengki, terutama bila dikaitkan dengan masalah kepemimpinan.
Bila seorang pemimpin selalu dihinggapi rasa dengki, maka jangan harap kepemimpinannya akan sukses. Namun tentu yang dimaksud dengki di sini bukan sekedar bermakna iri hati atau cemburu, akan tetapi sebuah sikap ketidak puasan seotang pemimpin atas kekuasaan yang dipegangnya. Padahal, seorang pemimpin sudah diberi “kekuasaan”, diberi fasilitas, di beri kehormatan, namun tidak sedikit masih banyak pemimpin yang merasa kurang dan kurang lagi atas jabatan, kehormatan, status, harta, dan kakuasaan. Bila seorang pemimpin tidak mampu menahan nafsu semacam ini, maka jangan harap kepemimpinanya serta rakyat yang dipimpinnya akan hidup dengan sejahtera. Oleh sebab itu, meski rasa dengki adalah masalah biasa , namun dampak negatifnya menjadi luar biasa. (sumber: zunlynadia@wordpress).

Pemimpin harus punya pedoman kepemimpinan

حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ أَبِي عَوْنٍ الثَّقَفِيِّ عَنْ الْحَارِثِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ رِجَالٍ مِنْ أَصْحَابِ مُعَاذٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ فَقَالَ كَيْفَ تَقْضِي فَقَالَ أَقْضِي بِمَا فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَجْتَهِدُ رَأْيِي قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ قَالَا حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي عَوْنٍ عَنْ الْحَارِثِ بْنِ عَمْرٍو ابْنِ أَخٍ لِلْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ عَنْ أُنَاسٍ مِنْ أَهْلِ حِمْصٍ عَنْ مُعَاذٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ وَلَيْسَ إِسْنَادُهُ عِنْدِي بِمُتَّصِلٍ وَأَبُو عَوْنٍ الثَّقَفِيُّ اسْمُهُ مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ

Ketika rasul mengutus mu’adz ke yaman, beliau bertanya: wahai mu’adz, bagaimana caramu memberikan putusan/hukum? Dia menjawab; aku memutuskan/menghukumi berdasarkan ketentuan dari al-qur’an. Lalu rasul bertanya lagi: bagaimana kalau tidak ada dalam al-quran? Mu’adz menjawab, maka aku memutuskan berdasarkan sunnah rasul s.a.w. Rasul bertanya lagi: bagaimana bila tidak kau temukan dalam sunnah rasul ? Mu’adz menjawab: maka aku berijtihad berdasarkan pendapatku sendiri. Rasul bersabda: segala puji bagi allah yang telah memberikan petunjuk/taufik kepada duta rasul saw
Hadis ini turun ketika salah seorang sahabat rasul s.a.w, mu’adz bin jabal, hendak diutus rasul untuk menjadi gubernur di yaman. Namun sebelum mu’adz berangkat ke yaman, rasul terlebih dahulu memanggilnya untuk di uji (fit and propertest) sejauh mana dia bisa diandalkan menjadi gebernur. Akan tetapi materi test yang disampaikan rasul tidak muluk-muluk, beliau hanya menanyakan tentang pedoman dia (mu’adz) dalam menjalankan roda kepemimpinannya. Dalam pengakuan mu’adz, dia akan menjalankan roda kepemimpinanya sebagai gubernur yaman dengan berlandaskan pada al-qur’an, sunnah, dan ijtihad (berpikir dan bekerja keras). Untuk jawaban yang pertama dan kedua, rasul mungkin sudah bisa menebak jawaban yang akan diberikan mu’adz, akan tetapi untuk pertanyaan ketiga itulah rasul mencoba menggali sejauh mana upaya mu’adz bila sebuah keputusan tidak ada dasarnya dalam al-qur’an dan sunnah. Dan ternyata nabi cukup bangga kepada mu’adz karena dia bisa menjawab pertanyaan ketiga itu dengan cukup memuaskan.
Ini artinya bahwa hadis di atas telah memberikan isyarat kepada kita bahwa dalam menjalankan roda kepemimpinan kita tidak bisa hanya mengandalkan pedoman al-qur’an dan sunnah, akan tetapi kita juga harus pandai-pandai mencari alternatif pedoman yang lain yang bisa mengilhami kita dalam mengeluarkan keputusan. Bukannya kita hendak mengatakan bahwa al-qur’an dan sunnah tidak sempurna, akan tetapi untuk merespon semua peristiwa yang terjadi di dunia ini kita dituntut untuk mencari dan mencari segala macam alternatif solusinya. Apabila kita tidak menemukan dasarnya di al-qur’an dan sunnah, mungkin kita bisa mencarinya di nilai-nilai kearifan lokal yang telah tumbuh dan berkembang di dalam sebuah masyarakat. Karena itulah kita juga mengenal apa yang oleh para ahli ushul fiqh dikenal dengan ‘urf atau kaidah fiqh yang berbunyi al-‘adah muhakkamah. Bahkan rasul pun pernah bersabda: bila engkau menemukan kebijakan maka ambillah meski ia keluar dari mulut anjing.
Hadis ke 34

Good and clean governance dalam Islam

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْقُدُّوسِ بْنُ مُحَمَّدٍ أَبُو بَكْرٍ الْعَطَّارُ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ حَدَّثَنَا عِمْرَانُ الْقَطَّانُ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ الشَّيْبَانِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الْقَاضِي مَا لَمْ يَجُرْ فَإِذَا جَارَ تَخَلَّى عَنْهُ وَلَزِمَهُ الشَّيْطَانُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ عِمْرَانَ الْقَطَّانِ

Rasul bersabda sesungguhnya allah senantiasa bersama dengan hakim/qodi sepanjang dia tidak menyeleweng. Kalau dia sudah menyeleweng maka allah akan menjauh darinya, dan syetan menjadi temannya.
Selain islam mengajarkan pentingnya prinsip keadilan dalam sebuah kepemimpinan, islam juga menekankan pentingnya kepemimpinan yang bersih. Secara substansial, keduanya memang tidak ada perbedaan yang berarti, bahkan bila seorang pemimpin sudah berbuat adil, maka bisa dikatakan kepemimpinannya sudah bersih. Karena keadilan merupakan forndasi dan perilaku bersih adalah dindingnya. Jadi meski fondasinya kuat namun bila tidak ditopang oleh dinding yang juga kuat, maka bangunagan itu mudah roboh oleh “goyangan-goyangan” dari pihak luar. Oleh sebab itu, yang satu tidak bisa mengabaikan yang lain, bahkan harus saling menopang antara keduanya.
lantas bagaimana yang dimaksud dengan kepemimpinan yang bersih di dalam hadis ini? Yang dimaksud kepemimpinan yang besih adalah sebuah sistem kepemimpinan yang tidak “dinodai” oleh perilaku-perilaku menyeleweng dari pemimpinanya. Wujud konkrit dari perilaku menyeleweng ini adalah seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu, pemimpin juga dituntut harus menjaga “kebersihan” moralnya. Sehingga yang dimaksud bersih kemudian bukan saja menyangkut perilaku sosial melainkan juga perilaku individual.
sedangkan dalam konteks kepemimpinan politik kontemporer, kita mengenal istilah yang disebut “clean and good governance”. Istilah ini sebenarnya mengandung konsep dasar bahwa sebuah kepemimpinan itu harus baik dan bersih, terutama bersih dari korupsi dan modus-modus penyelewengan yang lain. Sehingga untuk mencapai sebuah kepemimpinan seperti itu diperlukan kesetaraan peran antara negara (pemerintah), pasar dan rakyat yang salah satu di antara ketiganya tidak boleh ada yang mendominasi. Karena bila peran negara terlalu kuat atau dominan maka akan menimbulakn hegemoni dan cenderung totaliter, sedangkan bila peran pasar (swasta) yang terlalu dominan, maka semua kehidupan rakyat akan diatur dengan modal atau pemilki modal. Bila seseorang tidak punya modal, maka dia tidak punya posisi tawar yang kuat. Sementara bila kedua instutusi di atas terlalu lemah, dan rakyat begitu kuatnya, maka chaos atau kekacauan yang akan menghantui sebuah negara. Oleh sebab itu, kembali pada hadis di atas, bahwa tindakatan kotor seperti penyelewengan kekuasaan adalah tindakan yang sangat dikutuk dalam islam. Dan sebaliknya, pemerintahan yang baik dan bersih justru sangat ditekankan dan dijamin pasti akan dilindungi oleh allah.swt.
Hadis ke 35

Pemimpin harus peka terhadap Kebutuhan rakyat

قَال عَمْرُو بْنُ مُرَّةَ لِمُعَاوِيَةَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ إِمَامٍ يُغْلِقُ بَابَهُ دُونَ ذَوِي الْحَاجَةِ وَالْخَلَّةِ وَالْمَسْكَنَةِ إِلَّا أَغْلَقَ اللَّهُ أَبْوَابَ السَّمَاءِ دُونَ خَلَّتِهِ وَحَاجَتِهِ وَمَسْكَنَتِهِ

Setiap pemimpin yang menutup pintunya terhadap orang yang memiliki hajat, pengaduan, dan kemiskinan maka allah akan menutup pintu langit terhadap segala pengaduan, hajat dan kemiskinannya.
Kepemimpinan bukan saja menuntut kecerdasan otak dan kekuatan otot, melainkan juga harus ditunjang oleh rasa sensifitas yang tinggi terhadap persoalan-persoalan menyangkut rakyatnya. Sehingga apapun persoalan yang menimpa rakyatnya, maka pemimpin harus peka dan segera mencarikan solusinya. Di sinilah sebenarnya tugas pokok seorang pemimpin; yaitu mendengar keluh kesah rakyat untuk kemudian mencarikan jalan keluarnya.
Karena itulah, islam (melalui hadis di atas) memerintahkan seorang pemimpin untuk membuka pintu terhadap segala keluh kesah rakyatnya. Tentunya, yang dimaksud pintu disini bukan semata-mata berarti pintu rumah ataupun pintu istana, melainkan lebih dari itu yang sangat ditekankan adalah pintu hati atau nurani seorang pemimpin. Karena meski seorang pemimpin tinggal di istana megah dan berpagarkan besi dan baja, bila pintu hatinya terbuka untuk kepentingan rakayat, maka allah juga akan membukkaan “pintu hati-nya” untuk mendengar keluh kesah sang pemimpin itu.
Hadis ke 36

Pemimpin dilarang mengambil keputusan dalam keadaan emosional

عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ كَتَبَ أَبِي إِلَى عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ وَهُوَ قَاضٍ أَنْ لَا تَحْكُمْ بَيْنَ اثْنَيْنِ وَأَنْتَ غَضْبَانُ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَحْكُمْ الْحَاكِمُ بَيْنَ اثْنَيْنِ وَهُوَ غَضْبَانُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَأَبُو بَكْرَةَ اسْمُهُ نُفَيْعٌ

Janganlah seorang pemimpin (hakim) itu menghukumi antara dua orang yang berseteru dalam keadaan marah (emosional)
Keputusan seorang presiden adalah dasar dari kebijakan sebuah negara. Begitu juga keputusan seorang pimpinan dalam sebuah organisasi adalah acuan dalam menjalankan roda organisasi. Oleh sebab itu, dalam mengambil keputusan atau mengeluarkan kebijakan, seorang pemimpin sebaiknya tidak sedang dalam keadaan “panas”, marah, atau emosional. Hal ini bukan saja ditentang oleh hadis nabi s.a.w melainkan juga dikutuk oleh teori manajemen organisasi. Dalam teori manajemen organisasi dijelaskan bahwa seseorang tidak boleh mengeluarkan atau membuat keputusan dalam keadaan marah atau emosi yang tidak stabil. Bila dipaksakan, maka keputusan itu dihasilakan dari sebuah proses yang kurang matang dan terburu-buru sehingga dampaknya akan sangat merugikan terhadap pelaksana keputusan tersebut.
Meski di dalam hadis ini yang disebutkan adalah hakim, namun secara substansial kita sepakat bahwa dalam keadaan emosi labil, siapapun orangnya, baik hakim, pemimpin, maupun orang awam sekalipun, sebaiknya tidak perlu mengambil keputusan. Banyangkan bila kita sedang bertengkar dengan istri di rumah misalkan, tetapi setelah di tiba di kantor kita disuguhi sebuah persoalan yang harus diputuskan, maka bisa jadi sisa-sisa emosional kita di rumah, secara sadar atau tidak, akan ikut terbawa hingga ke kantor dan mempengaruhi kita dalam memutuskan sebuah perkara. Oleh sebab itu, bila kita hendak mengambil keputusan maka terlebih dahulu kita harus mendinginkan suasana dan menengkan pikiran sehingga semua pertimbangan bisa kita akomodir secara seimbang dan matang.
Hadis ke 26

Pemimpin harus membimbing rakyatnya

و حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّانَ الْمِسْمَعِيُّ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا و قَالَ الْآخَرَانِ حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ أَنَّ عُبَيْدَ اللَّهِ بْنَ زِيَادٍ دَخَلَ عَلَى مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ فِي مَرَضِهِ فَقَالَ لَهُ مَعْقِلٌ إِنِّي مُحَدِّثُكَ بِحَدِيثٍ لَوْلَا أَنِّي فِي الْمَوْتِ لَمْ أُحَدِّثْكَ بِهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ أَمِيرٍ يَلِي أَمْرَ الْمُسْلِمِينَ ثُمَّ لَا يَجْهَدُ لَهُمْ وَيَنْصَحُ إِلَّا لَمْ يَدْخُلْ مَعَهُمْ الْجَنَّةَ و حَدَّثَنَا عُقْبَةُ بْنُ مُكْرَمٍ الْعَمِّيُّ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِسْحَقَ أَخْبَرَنِي سَوَادَةُ بْنُ أَبِي الْأَسْوَدِ حَدَّثَنِي أَبِي أَنَّ مَعْقِلَ بْنَ يَسَارٍ مَرِضَ فَأَتَاهُ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زِيَادٍ يَعُودُهُ نَحْوَ حَدِيثِ الْحَسَنِ عَنْ مَعْقِلٍ

Rasulullah saw bersabda: setiap pemimpin yang menangani urusan kaum muslimin, tetapi tidak berusaha semaksimal mungkin untuk mengurusi mereka dan memberikan arahan kepada mereka, maka dia tidak akan bisa masuk surga bersama kaum muslimin itu. (hr. Muslim)
Penjelasan:
Seorang pemimpin tidak bisa sekedar berpikir dan bergulat dengan wacana sembari memerintah bawahannya untuk mengerjakan perintahnya, melainkan pemimpin juga dituntut untuk bekerja keras mengurus sendiri persoalan-persoalan rakyatnya. Salah seorang khulafau rasyidin yaitu umar bin utsman pernah berkeliling keseluruh negeri untuk mencari tahu adakah di antara rakyatnya masih kekurangan pangan. Jika ada, maka khalifah umar tidak segan-segan untuk memberinya uang (bekal) untuk menunjang kehidupan rakyatnya tadi. Bahkan khalifah abu bakar harus turun tangan sendiri untuk memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat.
Semua peristiwa yang dilakukan oleh dua sahabat nabi di atas adalah contoh betapa islam sangat menekankan kepada pemimpin untuk selalu bekerja keras agar rakyatnya benar-benar terjamin kesejahteraannya. Tidak bisa seorang pemimpin hanya duduk dan berceramah memberi sambutan di mana-mana, tetapi semua tugas-tugas kepemimpinannnya yang lebih kongkrit malah diserahkan kepada bawahan-baahannya. Memang betul bahwa bawahan bertugas untuk membantu meringankan beban atasannya, akan tetapi tidak serta-merta semua tugas harus diserahkan kepada bawahan. Suatu pekerjaan yang memang menjadi tugas seseorang dan dia mampu melakukannya, maka janganlah pekerjaan itu diserahkan kepada orang lain.
Hadis ke 27

Situasi zaman pasca kepemimpinan Rasul s.a.w

أَخْبَرَنَا صَالِحُ بْنُ سُهَيْلٍ مَوْلَى يَحْيَى بْنِ أَبِي زَائِدَةَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ مُجَالِدٍ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ لَا يَأْتِي عَلَيْكُمْ عَامٌ إِلَّا وَهُوَ شَرٌّ مِنْ الَّذِي كَانَ قَبْلَهُ أَمَا إِنِّي لَسْتُ أَعْنِي عَامًا أَخْصَبَ مِنْ عَامٍ وَلَا أَمِيرًا خَيْرًا مِنْ أَمِيرٍ وَلَكِنْ عُلَمَاؤُكُمْ وَخِيَارُكُمْ وَفُقَهَاؤُكُمْ يَذْهَبُونَ ثُمَّ لَا تَجِدُونَ مِنْهُمْ خَلَفًا وَيَجِيءُ قَوْمٌ يَقِيسُونَ الْأُمُورَ بِرَأْيِهِمْ

Abdullah berkata: akan datang pada kalian satu tahun (masa) yang lebih buruk daripada tahun (masa) sebelumnya. Akan tetapi yang aku maksud bukanlah sebuah tahun yang lebih subur daripada tahun yang lain, ataupun seorang pemimpin yang lebih baik daripada pemimpin lainnya. Akan tetapi di masa itu, telah hilang (wafat) para ulama, orang-orang terpilih dan para ahli fiqh kalian. Dan kalian tidak menemukan pengganti mereka. Sehingga datanglah sebuah kaum yang berdalil hanya dengan menggunakan rasio mereka. (hr. Ad darimi)
Penjelasan:
Membaca ramalan rasul di atas sungguh membuat kita cemas akan datangnya suatu zaman yang oleh rasul dikatakan lebih buruk dari zaman-zaman sebelumnya. Namun yang dimaksud lebih buruk di sini tentunya bukan dalam pengertian kuantitas. Melainkan kualitas kehidupan yang tengah berlangsung pada sebuah zaman. Kalau ukurannya adalah kuantitas, mungkin zaman kita bisa dibilang lebih bagus karena, misalnya, kita saat ini bisa memproduksi sebuah barang dengan hanya memakan waktu yang singkat namun menghasilkan barang yang cukup banyak. Akan tetapi bila ukurannya adalah kualitas, maka zaman kita saat ini lebih rendah dan lebih buruk dari zaman-zaman sebelumnya (zaman rasul). Lihatlah misalnya kualitas arsitektur dan bangunan yang berkembang saat ini, kemudian bandingkan dengan arsitektur dan bangunan pada tempo dulu, seperti tembok cina, borobudur, dsb, tentu kualitasnya jauh sekali berbeda.
Mungkin di zaman ini kita tidak bisa lagi menemukan orang yang mampu membangun semacam borobudur dengan kualitas banunannya yang terjamin sebagaimana candi borobudur. Begitu pula dengan kualitas kepemimpinan pada saat ini jauh lebih baik dari kulaitas kepemimpinan pada masa-masa rasul dan sahabat. Meskipun pada masa sahabat juga penuh diwarnai intrik politik yang mengakibatkan pertumpahan darah, akan tetapi setidaknya sejarah telah mencatat bahwa dua sahabat periode pertama (abu bakar dan umar) adalah potret zaman dimana kepemimpinan benar-benar dijalankan atas dasar prinsip-prinsip keadilan. Meski saat ini kita mengembar-gemborkan sistem demokrasi yang dianggap paling baik, namun ternyata negara tempat kelahiran demokrasi juga tidak menerapkan nilai-nilai demokrasi yang sebenarnya. Dan banyak sekali pihak yang mengatasnamakan demokrasi namun menginjak-injak nilai-nilai demokrasi. Meskipun saat ini ada yang namanya pemilu, namun semua sistem dan mekanisme demokrasi itu tidak menjamin terwujudnya kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera. Kalau sudah demikian, bisakah zaman kita ini disebut lebih baik dari zaman rasul.s.a.w ?
Hadis ke 28

Kepemimpin yang buruk

حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا صَدَقَةُ بْنُ مُوسَى عَنْ فَرْقَدٍ السَّبَخِيِّ عَنْ مُرَّةَ الطَّيِّبِ عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ خَبٌّ وَلَا بَخِيلٌ وَلَا مَنَّانٌ وَلَا سَيِّئُ الْمَلَكَةِ وَأَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ الْمَمْلُوكُ إِذَا أَطَاعَ اللَّهَ وَأَطَاعَ سَيِّدَهُ

Rasulullah saw bersabda: tidak akan masuk surga orang yang suka menipu, orang yang bakhil, orang yang suka mengungkit-ungkit kebaikan/pemberian, dan pemimpin yang buruk. Orang yang pertama kali masuk surga adalah budak yang taat kepada allah dan taat kepada majikannya.
Penjelasan:
Hadis ini menjelaskan tentang sekelompok orang yang diharamkan oleh allah untuk masuk sorga. Dan ternyata, di antara sekelompok orang tersebut terdapat kriteria pemimpin yang buruk. Pada bagian awal buku ini, kita mungkin sudah mendapati banyak hadis yang berbicara tentang hukuman neraka bagi pemimpin yang dzalim. Namun kini kita kembali menemukan satu hadis lagi yang kembali berbicara tentang ancaman bagi pemimpin yang berlaku buruk. Dan pemimpin yang buruk ini disamakan dengan mereka yang suka menipu, pelit, dan suka mengungkit kebaikannya/pemberiannya sendiri.
akan tetapi apa sih bedanya pemimpin yang dzalim dan pemimpin yang buruk ? Pada dasarnya tidak ada perbedaan subtansial antara keduanya, namun karena rasul benar-benar menekankan sebuah kepemimpinan yang baik, maka rasul juga mengancam kepemimpinan yang buruk. Yang jelas, sebuah kepemimpinan bila tidak menjamin dan melindungi rakyatnya serta tidak menjadikan rakyatnya sejahtera, maka kepemimpinan itu bisa dikatakan buruk, dzalim, kejam, dsb. Sama seperti kita yang pada zaman ini mengenal berbagai macam istilah yang terkait dengan perlakuan buruk penguasa, seperti, otoriter, totaliter, represif, korup, tidak demokratis, dsb yang kesemua itu mencerminkan sebuah kepemimpinan yang berbahaya bagi rakyat. Jadi, kepemimpinan yang buruk menurut rasul dalam hadis ini adalah sebuah kepemimpinan yang justru menjauhkan rakyat dari kehidupan yang sejahtera.
Hadis ke 29

Balasan bagi pemimpin yang otoriter

حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ عَلِيِّ بْنِ مُبَارَكٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ عَامِرٍ الْعُقَيْلِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنِ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَعْلَمُ أَوَّلَ ثَلَاثَةٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ الشَّهِيدُ وَعَبْدٌ أَدَّى حَقَّ اللَّهِ وَحَقَّ مَوَالِيهِ وَفَقِيرٌ عَفِيفٌ مُتَعَفِّفٌ وَإِنِّي لَأَعْلَمُ أَوَّلَ ثَلَاثَةٍ يَدْخُلُونَ النَّارَ سُلْطَانٌ مُتَسَلِّطٌ وَذُو ثَرْوَةٍ مِنْ مَالٍ لَا يُؤَدِّي حَقَّهُ وَفَقِيرٌ فَخُورٌ

Rasulullah saw bersabda: sesungguhnya aku orang yang paling tahu tentang tiga golongan yang pertama kali masuk surga: orang yang mati syahid, seorang hamba yang menunaikan hak allah dan hak majikannya, dan orang fakir yang menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik. Aku juga orang yang paling tahu tentang tiga golongan yang pertama kali masuk neraka: seorang pemimpin yang otoriter (sewenang-wenang), seorang kaya yang tidak menunaikan kewajibannya, dan seorang fakir yang sombong. (hr. Ahmad)
Penjelasan:
Bila hadis sebelumnya berbicara soal kepemimpinan yang buruk, dalam hadis ini kita kembali menyoroti model kepemimpinan namun lebih spesifik, yaitu kepemimpinan otoriter. Kepemimpinan otoriter adalah sebuah kepemimpinan yang dijalankan atas dasar kesewenag-wenangan. Semua keputusan dan kebijakan pemimpin harus ditaati oleh semua rakyat tanpa memberi ruang terjadinya “negoisasi” dengan rakyat. Bila pemimpin berkata merah, maka rakyat harus mengikuti merah. Demikianlah ciri-ciri sederhana sebuah kepemimpinan otoriter.
Lalu bagaimana islam menyikapi (ke)pemimpin(an) yang otoriter ini? Islam jelas tidak pernah memberikan tempat, walau sejengkal, kepada pemimpin yang otoriter ini. Sebagaimana pemimpin yang dzalim, pemimpin otoriter juga diancam dengan hukuman neraka. Dan sebaliknya, islam justru sangat menekankan pentingnya demokrasi (syura) dan partisipasi rakyat dalam sebuah sistem kepemimpinan. Rasul s.a.w telah memberikan contoh bagaimana syura menjadi prinsip pokok dalam menjalankan roda kepemimpinan. Dalam syura (demokrasi) semua rakyat, tanpa membedakan latar agama, etnis, arna kulit, bahasa, jenis kelamin, berhak untuk terlibat dalam merumuskan arah dan haluan sebuah kepemimpinan. Ketika rasul menjadi pemimpin politik di madinah, rasul tidak segan-segan memberikan hak yang setara anatara kaum muhajirin dan anshar. Bahkan dalam medan peperangan, siti ‘aisyah juga diberi hak untuk mengukiti bahkan memimpin sebuah peperangan dengan kaum kafir. Dengan demikian, cukup jelas sekali bahwa islam adalah agama yang “mengharamkan” otoritariansme dan “mewajibkan” demokrasi (syura).
Hadis ke 30

Melawan pemimpin dzalim adalah jihad akbar

حَدَّثَنَا الْقَاسِمُ بْنُ دِينَارٍ الْكُوفِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مُصْعَبٍ أَبُو يَزِيدَ حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُحَادَةَ عَنْ عَطِيَّةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مِنْ أَعْظَمِ الْجِهَادِ كَلِمَةَ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي أُمَامَةَ وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ

Rasulullah saw bersabda: sesungguhnya jihad yang paling besar adalah mengungkapkan kalimat kebenaran di hadapan sultan yang zalim. (hr. Turmudzi)
Selama ini, banyak umat islam memahami konsep jihad hanya sebatas turun ke medan perang. Pemaknaan semacam ini cukup berbahaya karena hanya mengambil makna yang tekstual seraya menutupi makna lain yang lebih substansial. Bila ada dua orang khalifah dibaiat maka bunuhlah salah satunya.
Hadis ke 31

Keputusan pemimpin harus aspiratif

حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ الْجُعْفِيُّ عَنْ زَائِدَةَ عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ عَنْ حَنَشٍ عَنْ عَلِيٍّ قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا تَقَاضَى إِلَيْكَ رَجُلَانِ فَلَا تَقْضِ لِلْأَوَّلِ حَتَّى تَسْمَعَ كَلَامَ الْآخَرِ فَسَوْفَ تَدْرِي كَيْفَ تَقْضِي قَالَ عَلِيٌّ فَمَا زِلْتُ قَاضِيًا بَعْدُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ

Apabila ada dua orang laki-laki yang meminta keputusan kepadamu maka janganlah engkau memberikan keputusan kepada laki-laki yang pertama sampai engkau mendengarkan pernyataan dari laki-laki yang kedua. Maka engkau akan tahu bagaimana enkau memberikan keputusan (hr. Turmudzi)
Hadis ini mengajarkan kita sebuah kepemimpinan yang mau mendengar semua suara rakyat. Tidak peduli rakyat itu pengemis, pemulung, orang penyandang cacat, perempuan, atau anak kecil sekalipun, maka semua itu harus didengar suaranya oleh pemimpin. Artinya, kepemimpinan itu, atau lebih tepatnya seorang pemimpin itu harus benar-benar aspiratif. Karena bila kita dalam mengambil keputusan atau kebijakan hanya berdasarkan suara kelompok tertentu, lebih-lebih suara kelompok yang dekat dengan lingkungan kekuasaan (pemimpin) maka keputusan itu pasti akan jauh dari rasa keadilan. Alasannya adalah karena suara satu kelompok itu belum tentu mewakili suara kelompok yang lain. Sehingga bila ingin mencapai rasa keadilan bagi eluruh rakyat, maka harus mendengar suara semua rakyat.
Hadis ini penting terutama dalam konteks sistem demokrasi yang meniscayakan keterwakilan seperti di indoensia misalkan. Dimana dpr (dewan perwakilan rakyat) memiliki wewenang untuk mewakili suara rakyat. Bila dpr ini tidak menjaring aspirasi dari semua lapisan dan status masyarakat, maka jangan harap kebijakan-kebijakan yang dihasilakannya akan memenuhi rasa keadilan rakyat indonesia. Oleh sebab itu, agar rasa keadilan dalam sebuah masyarakat itu benar-bnar terpenuhi, maka islam mewajibkan seorang pemimpin untuk tidak mengambil keputusan hanya dari satu orang (satu kelompok suara), tetapi lebih dari itu.
Hadis ke 32

Pemimpin dituntut berijtihad

حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ فَأَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ فَأَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ وَاحِدٌ قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ وَعُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ لَا نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيِّ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ الرَّزَّاقِ عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ

Apabila seorang hakim melakukan ijtihad dan kemudian benar maka dia mendapat dua pahala, dan apabila dia berijtihad ternyata salah maka dia hanya mendapat satu pahala
Hadis ini memang bercerita tentang kewenagan hakim. Namun sejatinya, hadis ini bukan saja ditujukan kepada seorang hakim, melainkan lebih dari itu juga untuk seorang pemimpin. Pada masa rasul s.a.w. Jabatan hakim dan pemimpin politik tidak dibedakan. Nabi muhammad sendiri adalah seorang pemimpin politik tapi sekaligus juga seorang hakim. Demikian juga dengan para khalifah pengganti beliau sesudahnya (khulafa urrasyidin) yang menjabat pemimpin sekaligus hakim dan bahkan panglima perang. Oleh sebab itu, bila merujuk pada konteks di atas, maka hadis ini tentunya bukan hanya relevan untuk para hakim tetapi juga dianjurkan untuk para pemimpin (politik).
Apabila dikaitkan dengan konteks pemimpin politik, maka yang dimaksud ijtihad di sini adalah bisa berupa sebuah upaya politik seorang pemimpin dalam mengeluarkan keputusan yang berdasarkan konstitusi dan nilai-nilai kemanusiaan serta kesejahteraan rakyat. Artinya, seorang pemimpin dituntut bekerja keras semaksimal mungkin, tentunya berdasarkan ikhtiar politiknya, untuk berupaya menjadikan rakyatnya terangkat dari garis kemiskinan serta memenuhi standar kesejahteraan. Bila ikhtiar politik pemimpin ini benar dan berhasil mensejahteraakan rakyatnya, maka dia akan mendapat dua pahala, akan tetapi bila ikhtiar dia salah dan rakyat tetap berada di bawah garis kemiskinan, maka dia akan mendapat satu pahala. Tentunya ikhtiar ini harus benar-benar dilandasi oleh ketulusan dan niat baik untuk mengabdi kepada rakyat, bukan semata-mata mencari keuntungan politik tertentu. Bila yang terakhir ini yang dilakukan, maka bukan hanya satu pahala yang didapat, melainkan justru akan mendapat celaka dan siksa dari allah swt.
Hadis ke 16

Mewaspadai para pembisik pemimpin

حَدَّثَنَا أَصْبَغُ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا بَعَثَ اللَّهُ مِنْ نَبِيٍّ وَلَا اسْتَخْلَفَ مِنْ خَلِيفَةٍ إِلَّا كَانَتْ لَهُ بِطَانَتَانِ بِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ وَبِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالشَّرِّ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ فَالْمَعْصُومُ مَنْ عَصَمَ

Abu si’id dan abu hurairah r.a. Berkata : rasulullah saw bersabda : allah tiada mengutus seorang nabi atau mengangkat seorang khalifah, melainkan ada dua orang kepercayaan pribadi, seseorang yang menganjurkan kebaikan, dan seorang yang menganjurkan kejahatan. Sedang orang yang selamat ialah yang dipelihara oleh allah. (buchary)
Penjelasan:
Setiap pemimpin tentunya memilki asisten pribadi. Asisten ini biasanya menjadi kepercayaan seorang pemimpin dalam melakukan banyak hal yang berkaitan dengan kebutuhan pemimpin. Akan tetapi, seorang pemimpin juga harus waspada terhadap orang-orang kepercayaannya. Karena rasul s.a.w telah mengingatkan di antara orang-orang kepercayaan pemimpin tersebut tentu ada yang jujur dan ada yang tidak jujur. Seorang kepercayaan pemimpin yang jujur pasti akan memberikan informasi yang benar terhadap pemimpinnya, tetapi seorang kepercayaan yang tidak jujur tentu akan memberikan informasi yang tidak benar kepada pemimpinnya. Orang yang terakhir ini lah biasanya yang selalu menghasut dan membisikkan informasi-informasi yang justru bukan memperkuat kepemimpinannya, melainkan akan menurunkan integritas kepemimpinannya. Karena itu, islam sangat menganjurkan agar kita aspada terhadap orang-orang yang pekerjaannya hanya membisikkan informasi-informasi salah sehingga pemimpin terdorong untuk megeluarkan kebijakan yang merugikan kepentingan rakyat banyak.
Hadis ke 17

Pemimpin perlu “pembantu” yang jujur

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عَامِرٍ الْمُرِّيُّ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْقَاسِمِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِالْأَمِيرِ خَيْرًا جَعَلَ لَهُ وَزِيرَ صِدْقٍ إِنْ نَسِيَ ذَكَّرَهُ وَإِنْ ذَكَرَ أَعَانَهُ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهِ غَيْرَ ذَلِكَ جَعَلَ لَهُ وَزِيرَ سُوءٍ إِنْ نَسِيَ لَمْ يُذَكِّرْهُ وَإِنْ ذَكَرَ لَمْ يُعِنْهُ

‘Aisyah r.a. Berkata : rasulullah saw bersabda : jika allah menghendaki kebaikan terhadap seorang raja, maka diberinya seorang menteri yang jujur, jika lupa diingatkan, dan jika ingat dibantu. Dan jika allah menghendaki sebaliknya dari itu, maka allah memberi padanya ,menteri yang tidak jujur, hingga jika lupa tidak diingatkan dan jika ingat tidak dibantu. (abu dawud).
Penjelasan:
Seorang pemimpin pasti mengemban segudang tugas dan amanat yang begitu berat yang harus dijalankan. Sementara untuk melaksanakan semua tugas itu tidak mungkin dia sendiri melakukannya. Oleh sebab itu dibutuhkan sejumlah pembantu untuk meringankan tugas sang pemimpin. Dalam kehidupan politik modern, para pembantu presiden itu bisa disebut sebagai menteri. Dan barangkali bukan hanya presiden, semua jabtan publik di negeri ini, baik bupati, gubernur, wali kota, dpr, hingga kepala sekolah pun, juga membutuhkan pembantu atau pendamping ahli yang bisa meringankan tugas-tugasnya. Sehingga dalam konteks indoensia, kita tidak hanya mengenal menteri sebagai pembantu presiden, melainkan juga terdapat apa yang kita kenal sebagai juru bicara, asisten ahli, staf ahli, penasehat ahli, dsb.
Keberadan “orang-orang pendamping” ini tentunya perlu kita apresiasi dengan baik, karena mereka membantu tugas-tugas kepresidenan. Akan tetapi, kita juga perlu mencermati bahkan jika diperlukan kita mesti waspada karena tidak semua “orang-orang pendamping” itu berniat tulus untuk membantu. Akan tetapi lebih dari itu ada juga yang menyimpan kepentingan tertentu dan menjadi “pembisik” yang licik. Tentunya banyak cara yang dilakukan para pembantu pemimpin yang licik ini. Salah satu contoh yang sering kita lihat dalam kehidupan birokrasi kita adalah; melaporkan situasi yang tidak sebenarnya kepada pemimpin yang bersangkutan. Bila yang terjadi di lapangan adalah kelaparan, maka si pembantu hanya melaporkan kekuranagn gizi. Selain itu tidak sedikit kita jumpai “orang-orang” yang pekerjaanya hanya membisikkan informasi-informasi bohong kepada pemimpinnya sehingga pemimpin tersebut mengeluarkan kebijakan berdasarkan informasi bohong yang ia peroleh. Akibatnay, selain kebijakan itu tidak tepat, sang pemimpin itu juga jatuh kredibilitasnya. Oleh sebab itu, memilih pendamping itu harus hati-hati dan waspada. Kedekatan seseorang dengan pemimpin tersebut dan kepintaran seseorang tidak menjamin dia akan berbuat jujur terhadap atasannya.
Hadis ke 18

Shalat mendorong pemimpin berbuat adil

حَدَّثَنَا هَدَّابُ بْنُ خَالِدٍ الْأَزْدِيُّ حَدَّثَنَا هَمَّامُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ ضَبَّةَ بْنِ مِحْصَنٍ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَتَكُونُ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ عَرَفَ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ قَالُوا أَفَلَا نُقَاتِلُهُمْ قَالَ لَا مَا صَلَّوْا

Rasulullah saw bersabda: akan ada para pemimpin yang kalian kenal dan kalian ingkari. Siapa yang tidak menyukainya maka dia bebas dan barang siapa yang mengingkarinya maka dia selamat, akan tetapi (dosa dan hukuman) diberlakukan kepada orang yang yang ridha dan mengikuti para pemimpin itu. Para sahabat bertanya: apakah kami boleh memeranginya wahai rasulullah saw. Beliau menjawab: tidak boleh selama para pemimpin itu masih mengerjakan shalat. (hr.muslim)
Penjelasan:
Hadis ini tidak bisa kita fahami secara harfiyah,
Hadis ke 19
Hadis ke 20

Pemimpin yang bodoh

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنِ ابْنِ خُثَيْمٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَابِطٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِكَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ أَعَاذَكَ اللَّهُ مِنْ إِمَارَةِ السُّفَهَاءِ قَالَ وَمَا إِمَارَةُ السُّفَهَاءِ قَالَ أُمَرَاءُ يَكُونُونَ بَعْدِي لَا يَقْتَدُونَ بِهَدْيِي وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي فَمَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَأُولَئِكَ لَيْسُوا مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُمْ وَلَا يَرِدُوا عَلَيَّ حَوْضِي وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَأُولَئِكَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُمْ وَسَيَرِدُوا عَلَيَّ حَوْضِي يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ الصَّوْمُ جُنَّةٌ وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ وَالصَّلَاةُ قُرْبَانٌ أَوْ قَالَ بُرْهَانٌ يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ النَّاسُ غَادِيَانِ فَمُبْتَاعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا وَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُوبِقُهَا

Rasulullah saw bersabda kepada ka’ab bin ujrah: mudah-mudahan allah melindungimu dari para pemimpin yang bodoh (dungu). Ka’ab bin ujzah bertanya: apa yang dimaksud dengan pemimpin yang dungu wahai rasulullah saw? Beliau menjawab: mereka adalah para pemimpin yang hidup sepeninggalku. Mereka tidak pernah berpedoman pada petunjukku, mereka tidak mengikuti sunnahku. Barang siapa yang membenarkan kedustaan mereka ataupun mendukung atas kezaliman mereka, maka orang itu tidak termasuk golonganku, karena aku bukanlah orang seperti itu. Mereka juga tidak akan mendapatkan air minum dari telagaku. Wahai ka’ab, sesungguhnya puasa adalah benteng, sedekah itu bisa menghapus kesalahan, sedangkan shalat adalah upaya mendekatkan diri kepada allah (qurban) –dalam riwayat lain burhan (dalil)- wahai ka’ab sesungguhnya tidak akan masuk surga seonggok daging yang berasal dari barang haram. Dan api neraka lebih berhak untuk melahapnya. Wahai ka’ab bin ujrah, manusia terpecah menjadi dua golongan: pertama, orang yang membeli dirinya (menguasai dirinya), maka dia itulah yang memerdekakan dirinya. Golongan yang menjual dirinya, maka dia itulah yang membinasakan dirinya sendiri. (hr. Ahmad bin hambal)
Penjelasan:
Hadis ini berbicara tentang “nasib” kepemimpinan sepeninggal rasul s.a.w. Bahwa pasca meninggalnya rasul, kepemimpinan umat islam akan diwarnai tindakan-tindakan yang oleh rasul disebut “bodoh”. Karena itu, rasul kemudian senantiasa berdo’a semoga umatnya terlindungi dari “bahaya-bahaya” akibat pemimpin yang bodoh ini. Akan tetapi, kita di sini tentunya tidak akan memaknai kata bodoh secara harfiyah. Karena bisa jadi kita memiliki pemimpin yang pintar, cerdas, bergelar profesor atau bahkan sekaligus ulama, namun jika pemimpin itu tidak berpegang teguh pada sunnah rasul maka dia layak disebut sebagai yang bodoh atau dungu.
Lantas siapa yang dimaksud pemimpin yang mengikuti sunnah rasul itu? Apakah pemimpin yang puasa sunnah senin kamis ? Tentunya yang dimaksud pemimpin yang mengikuti sunnah rasul di sini adalah pemimpin yang mengikuti jejak rasul dalam menjalankan kepemimpinannya. Kita tahu, bahwa kepemimpinan rasul adalah kepemimpinan yang menjunjung tinggi keadilan, toleransi, dan dekat dengan rakyat. Apa yang kini kita kenal sebagai “piagam madinah” adalah sebagai pedoman rasul dalam menjalankan kepemimpinannya terhadap semua rakayat saat itu tanpa memandang latar belakang agama, etnis, warna kulit dan jenis kelamin. Semua rakyat madinah yang plural itu dilindungi dan dijamin haknya oleh rasul. Oleh sebab itu, bagi pemimpin pasca rasul yang tidak mampu mengikuti jejak rasul seperti di atas maka dia disebut bodoh oleh rasul.
Hadis ke 21

Pemimpin dzalim dibenci Allah

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْمُنْذِرِ الْكُوفِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ عَنْ فُضَيْلِ بْنِ مَرْزُوقٍ عَنْ عَطِيَّةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ عَادِلٌ وَأَبْغَضَ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ وَأَبْعَدَهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ جَائِرٌ قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي سَعِيدٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ

Rasulullah saw bersabda: sesungguhnya manusia yang paling dicintai allah pada hari kiamat dan yang paling dekat kedudukannya di sisi allah adalah seorang pemimpin yang adil. Sedangkan orang yang paling dibenci allah dan sangat jauh dari allah adalah seorang pemimpin yang zalim. (hr. Turmudzi)
Penjelasan:
Hadis ini sekali lagi menekankan bahwa kriteria adil sangat penting bagi seorang pemimpin. Tanpa nilai-nilai keadilan yang dijunjung tinggi oleh seorang pemimpin, maka sebuah kepemimpinan tidak akan berhasil mengangkat kesejahteraan umatnya. Karena itu, bisa kita fahami mengapa rasul berkali-kali menekankan akan pentingnya seorang pemimpin yang adil. Dalam hadis ini, seorang pemimpin yang adil akan ditempatkan sangat dekat sekali kedudukannya dengan allah, sedangkan pemimpin yang dzalim adalah sangat dibenci sekali oleh allah. Kedua balasan (imbalan dan ancaman) ini tentunya mencerminkan sebuah penghargaan allah yang begitu besar kepada pemimpin yang mampu berbuat adil kepada rakyatnya.
Hadis ke 22

Kedzaliman pemimpin mempercepat datangnya kiamat

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنِي عَمْرٌو عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَشْهَلِ عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَقْتُلُوا إِمَامَكُمْ وَتَجْتَلِدُوا بِأَسْيَافِكُمْ وَيَرِثُ دِيَارَكُمْ شِرَارُكُمْ

Rasulullah saw bersabda: kiamat tidak akan terjadi sampai kalian membunuh para pemimpin kalian, pedang-pedang kalian banyak sekali meminum darah, dan agama kalian diwarisi (dikuasai) oleh orang-orang yang paling buruk di antara kalian. (hr. Ahmad bin hambal)
Penjelasan:
Hadis ini mengilustarikan sebuah zaman dimana bila seorang pemimpin bertindak sangat lalim dan rakyat melawannya hingga membunuh pemimpin lalim itu, maka itu pertanda kiamat sudah dekat. Logikanya, bila dalam sebuah zaman muncul perlawanan rakyat terhadap pemimpin, maka di zaman itu berarti terdapat pemimpin yang dzalim nan lalim. Karena bila sebuah kepemimpinan itu baik dan tidak ada kedzaliman, maka niscaya tidak mungkin akan muncul perlawanan rakyat. Oleh sebab itu, pesan pokok yang hendak disampaikan oleh hadis ini adalah bahwa bila terjadi kedzaliman pemimpin di mana-mana, maka itu berarti pertanda kiamat sudah dekat.
Lalu bagaiman dengan zaman kita saat ini, dimana sebagian besar pemimpin sedikit sekali yang berbuat adil dan banyak sekali yang berbuat dzalim, serta perlawanan rakayat begitu dahsyata hingga ada pemimpin yang dibunuh oleh rakyatnya, apakah zaman kita sudah termasuk tanda-tanda kiamat ? Pertanyaan ini memang tidak bisa kita jawab “ya” atau “tidak”. Karena yang maha mengetahui kapan kiamat itu terjadi adalah allah. Akan tetapi, bila kita melihat kondisi kepemimpinan kita di zaman ini akan nampak sekali tanda-tanda kiamat sebagaiman telah diseritakan rasul dalam hadis di atas.
Hadis ke 23

Menjaga amanat adalah bagian dari iman

حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ حَدَّثَنَا الْمُغِيرَةُ بْنُ زِيَادٍ الثَّقَفِيُّ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ وَلَا دِينَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَهُ

Rasulullah saw bersabda: tidak beriman orang yang tidak bisa menjaga amanah yang dibebankan padanya. Dan tidak beragama orang yang tidak bisa menepati janjinya. (hr. Ahmad bin hambal)
Penjelasan:
Mungkin kita hanya mengenal slogan-slgan keagamaan semisal: kebersihan adalah bagian dari iman, malu adalah bagian dari iman, dsb. Tapi kita jarang –atau mungkin tidak pernah- mengatakan bahwa menjaga amanat adalah bagian dari iman. Padahal, rasul juga pernah bersabda bahwa menjaga amanat adalah bagian dari dasar-dasar keimanan dan keagamaan. Dan barang siapa yang tidak menjaga amanat maka rasul menyebut dia tidak sempurna iman dan agamanya.
Andai kita mengkampanyekan hadis ini ke masyarakat luas, apalagi di saat-saat kampanye presiden, bupati, gubernur, dsb, maka kita setidaknya telah menekan munculnya “potensi” penyelewengan amanat oleh pemimpin kita, meskipun itu sekecil semut. Hal itu karena dalam tradisi kepemimpinan kita, upaya menjaga amanat itu sangat kecil. Sumpah jabatan sebagai mekanisme penyerahan amanat ternyata tidak disertai sebuah mekanisme kontrol yang ketat terhadap amanat itu. Oleh sebab itu, kampanye keagamaan untuk mendorong seseorang (pemimpin) agar senantiasa menjaga amanat (kepemimpinanya) adalah penting segera kita galakkan.
Hadis ke 24

Pemimpin dianjurkan memberi suri tauladan yang baik (nasehat) kepada rakyatnya

حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُسْهِرٍ حَدَّثَنِي عَبَّادُ بْنُ عَبَّادٍ الْخَوَّاصُ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي عَمْرٍو السَّيْبَانِيِّ عَنْ عَمْرِو بْنِ عَبْدِ اللَّهِ السَّيْبَانِيِّ عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَقُصُّ إِلَّا أَمِيرٌ أَوْ مَأْمُورٌ أَوْ مُخْتَالٌ

Rasulullah saw bersabda: tidak ada yang berhak untuk memberikan ceramah (nasehat/cerita hikmah) kecuali seorang pemimpin, atau orang yang mendapatkan izin untuk itu (ma’mur), atau memang orang yang sombong dan haus kedudukan. (hr. Muslim)
Penjelasan:
Hadis ini bukan berarti hanya pemimpin yang berhak memberi nasehat kepada umat, melainkan hadis ini mengandung pesan bahwa seorang pemimpin seharusnya bisa memberikan suri tauladan yang baik kepada umatnya. Karena yang dimaksud ceramah disini bukan dalam arti ceramah lantas memberi wejangan kepada umat, akan tetapi yang dimaksud ceramah itu adalah sebuah sikap yang perlu dicontohkan kepada umatnya. Seorang penceramah yang baik dan betul-betul penceramah tentunya bukan dari orang sembarangan, melainkan dari orang-orang terpilih yang baik akhlaqnya. Begitu pula dalam hadis ini, pemimpin yang berhak memberikan ceramah itu pemimpin yang memiliki akhlaq terpuji sehingga akhlaqnya bisa menjadi tauladan bagi rakyatnya.
Jadi kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang penceramah, maka itu juga harus dipenuhi oleh seorang pemimpin. Karena pada zaman rasul dulu, seorang penceramah atau yang memberikan hikmah kepada umat adalah para penceramah ini, sehingga rasul mengharuskan seorang pemimpin harus memiliki akhlaq yang sama dengan penceramah ini.
Hadis ke 25

Jabatan Pemimpin itu dekat dengan neraka

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ خَلَّادٍ الْبَاهِلِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْقَطَّانُ حَدَّثَنَا مُجَالِدٌ عَنْ عَامِرٍ عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ حَاكِمٍ يَحْكُمُ بَيْنَ النَّاسِ إِلَّا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَلَكٌ آخِذٌ بِقَفَاهُ ثُمَّ يَرْفَعُ رَأْسَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَإِنْ قَالَ أَلْقِهِ أَلْقَاهُ فِي مَهْوَاةٍ أَرْبَعِينَ خَرِيفًا

Rasulullah saw bersabda: setiap pemimpin yang memimpin rakyatnya, pada hari kiamat pasti akan didatangkan. Kemudian malaikat mencengkeram tengkuknya dan mengangkatnya sampai ke langit. Kalau ada perintah dari allah: lemparkanlah, maka malaikat akan melemparkannya ke bawah yang jauhnya adalah empat puluh tahun perjalanan. (hr. Ibnu majah)
Penjelasan:
Hadis ini menggambarkan betapa jabatan sebagai pemimpin itu berat dan seolah bediri diantara ranjau-ranjau neraka yang sewaktu-waktu bila orang itu salah menginjaknya maka ranjau itu akan akan meledak dan membunuh sang pemimpin itu. Mungkin kita memandang bahwa menjadi pemimpin (presiden) itu serba enak; fasilitas dijamin, harta melimpah dan kehormatan terpandang, sehingga semua orang bercita-cita ingin menjadi presiden, padahal bila semua orang tahu bahwa pemimpin (presiden) itu berjalan di atas jembatan yang dibawahnya berkobar api neraka, maka niscaya semua orang mungkin tidak akan berharap akan menjadi presiden (pemimpin). Posisi pemimpin yang cukup rentan ini dikarenakan beratnya tanggung jawab yang harus dipikul seorang pemimpin. Sekali ia lengah dan mengabaikan tanggung jawabnya, maka ia bisa tergelincir dan jatuh ke jurang neraka selama-lamanya. Oleh sebab itu, tak heran bila rasul mengambarkan poisi pemimpin itu sebagaimana digambarkan oleh hadis di atas.
Hadis ke 11

Kepemimpinan tidak mengenal warna kulit

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ أَبِي التَّيَّاحِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنْ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ

Anas r.a berkata : bersabda rasulullah saw: dengarlah dan ta’atlah meskipun yang terangkat dalam pemerintahanmu seorang budak habasyah yang kepalanya bagaikan kismis. (buchary)
Penjelasan:
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Begitu pula nabi muhammad s.a.w diutus sebagai nabi bukan hanya untuk orang arab saja, melainkan untuk semua umat manusia. Karena itu, para pengikut nabi bukan saja dari kalangan suku quraisy yang menjadi suku bergengsi saat itu, melainkan juga dari suku-suku lainnya yang sebelum datang islam termasuk suku “hina”. Bahkan kita mengenal salah seorang sahabat nabi yang bernama bilal bin rabah yang warna kulitnya cukup hitam legam. Padahal, sebelum datangnya ajaran islam di arab dulu, orang kulit hitam adalah termasuk kelompok suku yang sebagian besar berprofesi sebagai budak. Mereka sama sekali tidak dihargai dan tidak diperlakukan sebagaimana manusia yang lain. Akan tetapi setelah turun ajaran islam, semua batasan-batasan ras, warna kulit, dan golongan itu dihapus, dan semua manusia adalah sama statsunya di muka allah, hanya keimanan dan ketaqwaanlah yang membedakan mereka.
Pengakuan islam terhadap dimensi kemanusian universal bukan hanya dalam pergaulan sosial sehari-hari, melainkan islam juga mengakui semua orang berhak menjadi pemimpin. Tidak peduli mereka itu berkulit hitam, coklat, merah, hijau, dsb, asalkan bisa memimpin secara adil, maka dia berhak untuk menjadi pemimpin. Dalam konteks ini, keadilan dan kejujuran menjadi kriteria paling pokok dalam menentukan seorang pemimpin, bukan warna kulit atau asal golongan. Dan apabila yang terpilih sebagai pemimpin adalah dari kalangan kulit hitam, islam juga mewajibkan kita agar tidak boleh meremehkan pemimpin itu. Akan tetapi kita juga harus mematuhi semua perintahnya (selama tidak untuk ma’siyat) sebagaimana kita mematuhi perintah pemimpin-pemimpin yang lain.
Hadis ke 12

Keseimbangan hak rakyat dan tanggung jawab pemimpin

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَائِلٍ الْحَضْرَمِيِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَأَلَ سَلَمَةُ بْنُ يَزِيدَ الْجُعْفِيُّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا نَبِيَّ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ قَامَتْ عَلَيْنَا أُمَرَاءُ يَسْأَلُونَا حَقَّهُمْ وَيَمْنَعُونَا حَقَّنَا فَمَا تَأْمُرُنَا فَأَعْرَضَ عَنْهُ ثُمَّ سَأَلَهُ فَأَعْرَضَ عَنْهُ ثُمَّ سَأَلَهُ فِي الثَّانِيَةِ أَوْ فِي الثَّالِثَةِ فَجَذَبَهُ الْأَشْعَثُ بْنُ قَيْسٍ وَقَالَ اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا فَإِنَّمَا عَلَيْهِمْ مَا حُمِّلُوا وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا شَبَابَةُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سِمَاكٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ مِثْلَهُ وَقَالَ فَجَذَبَهُ الْأَشْعَثُ بْنُ قَيْسٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا فَإِنَّمَا عَلَيْهِمْ مَا حُمِّلُوا وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ

Abu hunaidah (wa’il) bin hadjur r.a. Berkata : salamah bin jazid aldju’fy bertanya kepada rasulullah saw : ya rasulullah, bagaimana jika terangkat diatas kami kepala-kepala yang hanya pandai menuntut haknya dan menahan hak kami, maka bagaimanakah kau menyuruh kami berbuat? Pada mulanya rasulullah mengabaikan pertanyaan itu, hingga ditanya kedua kalinya, maka rasulullah saw bersabda : dengarlah dan ta’atlah maka sungguh bagi masing-masing kewajiban sendiri-sendiri atas mereka ada tanggung jawab dan atas kamu tanggung jawabmu. (muslim)
Penjelasan:
Rakyat memiliki hak dan pemimpin memiliki tanggung jaab. Begitu pula sebaliknya, rakyat memiliki tanggung jawab dan pemimpin juga memiliki hak. Antara keduanya harus ada keseimbangan dan kesetaraan. Yang satu tidak boleh mendominasi yang lain. Akan tetapi kekuasaan sepenuhnya adalah tetap berada di tangan rakyat. Karena hakekat kepemimpinan hanyalah amanat yang harus diemban oleh seorang pemimpin. Bila sang pemimpin tidak bisa menjaga amanat itu dengan baik, maka kekuasaan kembali berada di tangan rakyat.
Oleh sebab itu, mengingat kesetaraan poisi rakyat dan pemimpin ini, maka masing-masing memilki hak dan tanggung jawabnya. Hadis di atas menjelaskan bahwa seorang pemimpin jangan hanya bisa memenuhi haknya, dan mengebiri hak rakyatnya, akan tetapi seorang pemimpin harus mengakui dan menjamin hak-hak rakyatnya secara bebas.
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, mungkin kita sudah mengenal konsep hak azazi manusia (ham). Oleh sebab itu, bila kita tarik hadis di atas dalam kontek saat ini, maka sebanarnya nabi muhammad s.a.w jauh sebelumnya sudah mengajarkan prinsip-prinsip ham dalam kehidupan politik rakyatnya. Betapa tidak, dari hadis di atas dapat kita gali sebuah pesan bahwa islam menjamin ham termasuk di dalamnya hak-hak sipil dan politik (isipol) dan hak-hak ekonomi sosial dan budaya (ekosob). Karena itu, bila seorang peimimpin tidak menjamin hak-hak azasi manusia (ham) warganya, maka pemimpin itu telah keluar dari sunnah rasul s.a.w.
Hadis ke 13

Allah membenci pemimpin yang mengejar jabatan

حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا يُونُسُ عَنْ الْحَسَنِ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَمُرَةَ قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ فَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا وَإِذَا حَلَفْتَ عَلَى يَمِينٍ فَرَأَيْتَ غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَأْتِ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ وَكَفِّرْ عَنْ يَمِينِكَ

Abu said (abdurrahman) bin samurah r.a. Berkata: rasulullah saw telah bersabda kepada saya : ya abdurrahman bin samurah, jangan menuntut kedudukan dalam pemerintahan, karena jika kau diserahi jabatan tanpa minta, kau akan dibantu oleh allah untuk melaksanakannya, tetapi jika dapat jabatan itu karena permintaanmu, maka akan diserahkan ke atas bahumu atau kebijaksanaanmu sendiri. Dan apabila kau telah bersumpah untuk sesuatu kemudian ternyata jika kau lakukan lainnya akan lebih baik, maka tebuslah sumpah itu dan kerjakan apa yang lebih baik itu. (buchary, muslim)
Penjelasan:
Dalam hadis lain rasul s.a.w juga pernah bersabda: “barang siapa telah menyerahkan sebuah jabatan atau amanat kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya”. Kedua hadis di atas sebenarnya mengajarkan kepada kita bahwa amanat itu tidak perlu dicari dan jabatan itu tidak perlu dikejar. Karena bila kita mencari dan mengejar amanat dan jabatan itu, maka niscaya allah tidak akan memabntu kita. Akan tetapi bila kita tidak menuntut dan tidak mencari amanat itu, maka justru allah akan membantu untuk meringankan beban amanat itu sendiri.
Hadis di atas sebenarnya mengajarkan tentang etika politik. Seoarang politisi tidak serta-merta bebas dari etika, sebagaimana ditunjukkan oleh para politisi kita selama ini. Melainkan seorang politisi dan kehidupan politik itu sendiri harus berdasarkan sebuah kode etik. Bila kehidupan politik tidak berasarkan etika, maka kesan yang muncul kemudian bahwa politik itu kotor. Padahal, tidak selamanya politik itu kotor, nabi muhammad s.a.w sendiri pernah menjadi seorang politisi, tapi tidak pernah bermain kotor.
Bila kita mencermati hadis di atas, maka akan kita temukan bahwa citra “ke-kotoran” dari politik itu sebenarnya bersumber dari sikap para pelakuknya yang ambisius. Dalam hal ini, ambisi menjadi salah satu faktor uatama dalam membentuk sikap dan pandangan politik eseorang sehingga menjadi kotor. Betapa tidak, dari ambisi itu, seseorang bisa saja membunuh orang lain yang menjadi pesaing politiknya. Dan dari ambisi itu pula seseorang bisa melakukan apa aja untuk meraih jabatan politik yang diinginkannya, baik melalui korupsi, penipuan, pembunuhan, ke dukun, dsb. Oleh sebab itu, “menjaga ambsi” adalah sebuah etika politik yang diajarkan islam kepada umatnya, terutama bagi mereka yang berkiprah di dunia politik.
Hadis ke 14

Amanat di balik jabatan

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ شُعَيْبِ بْنِ اللَّيْثِ حَدَّثَنِي أَبِي شُعَيْبُ بْنُ اللَّيْثِ حَدَّثَنِي اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ حَدَّثَنِي يَزِيدُ بْنُ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ بَكْرِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ الْحَارِثِ بْنِ يَزِيدَ الْحَضْرَمِيِّ عَنْ ابْنِ حُجَيْرَةَ الْأَكْبَرِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا تَسْتَعْمِلُنِي قَالَ فَضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى مَنْكِبِي ثُمَّ قَالَ يَا أَبَا ذَرٍّ إِنَّكَ ضَعِيفٌ وَإِنَّهَا أَمَانَةُ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ إِلَّا مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيهَا

Abu dzar berkata : ya rasulallah tidakkah kau memberi jabatan apa-apa kepadaku? Maka rasulullah memukul bahuku sambil berkata : hai abu dzar kau seorang yang lemah, dan jabatan itu sebagai amanat yang pada hari qiyamat hanya akan menjadi kemenyesalan dan kehinaan. Kecuali orang yang yang dapat menunaikan hak dan kewajibannya, dan memenuhi tanggung jawabnya.

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ شُعَيْبِ بْنِ اللَّيْثِ حَدَّثَنِي أَبِي شُعَيْبُ بْنُ اللَّيْثِ حَدَّثَنِي اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ حَدَّثَنِي يَزِيدُ بْنُ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ بَكْرِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ الْحَارِثِ بْنِ يَزِيدَ الْحَضْرَمِيِّ عَنْ ابْنِ حُجَيْرَةَ الْأَكْبَرِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا تَسْتَعْمِلُنِي قَالَ فَضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى مَنْكِبِي ثُمَّ قَالَ يَا أَبَا ذَرٍّ إِنَّكَ ضَعِيفٌ وَإِنَّهَا أَمَانَةُ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ إِلَّا مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيهَا

Abu hurairah r.a. Berkata : rasulullah saw bersabda : kamu akan berebut pemerintahan, dan akan menjadi kemenyasalan pada hari qiyamat. (buchary)
Penjelasan:
Hadis ini tidak jauh berbeda dengan hadis sebelumnya di atas. Bila hadis sebelumnya melarang kita agar tidak berambisi untuk meraih jabatan, maka hadis ini lebih menekankan betapa beratnya amanat dalam sebuah jabatan. Dan saking beratnya hingga rasul s.a.w mengatakan bahwa kelak di hari qiamat kita merasakan penyesalan yang begitu dahsyat karena kita telah bersedia mengemban amanat itu. Janganlah kita mengira bahwa menjadi seorang peimimpin dengan sendirinya akan bergelimang harta dan kehormatan. Padahal, harta dan kehormatan itu justru menjadi batu sandungan yang bisa mengakibatkan seseorang terjerumus ke dalam jurang kenistaan.
Lihatlah misalnya, seorang presiden dengan tanggung jawab yang begitu besar untuk mensejahterakan rakyatnya, atau seorang suami yang begitu besar tanggung jawabnya untuk menafkahi istrinya, atau seorang bapak yang memikul amanat untuk mebesarkan anak-anaknya. Semua itu merupakan amanat yang harus dijaga dan dilaksanakan sebaik-baiknya. Apabila kita tidak bisa berbuat adil dan tidak mampu mewujudkan kehidupan yang lebih baik bagi pihak yang kita pimpin, maka janganlah sekali-kali kita mencoba-coba untuk mengemban amanat tersebut. Apabila seorang presiden tidak mampu mengemban amanat untuk membawa kehidupan bangsanya dari keterpurukan menuju kesejahteraan dan keadilan, maka janganlah kita kembali memilih presiden atau pemimpin itu untuk kedua kalinya. Karena itu, amanat adalah ringan dikatakan namun berat untuk dilaksanakan. Barang siapa hanya bisa mengatakan namun tidak bisa melaksanakan, maka ia tidak layak untuk dijadikan pemimpin.
Hadis ke 15

Pemimpin dilarang mengeksploitasi rakyat kecil

حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ كِلَاهُمَا عَنْ الْمُقْرِئِ قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي أَيُّوبَ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي جَعْفَرٍ الْقُرَشِيِّ عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي سَالِمٍ الْجَيْشَانِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَا أَبَا ذَرٍّ إِنِّي أَرَاكَ ضَعِيفًا وَإِنِّي أُحِبُّ لَكَ مَا أُحِبُّ لِنَفْسِي لَا تَأَمَّرَنَّ عَلَى اثْنَيْنِ وَلَا تَوَلَّيَنَّ مَالَ يَتِيمٍ

Abu dzar r.a. Berkata : rasulullah saw abersabda : ya abu dzar saya melihat kau seorang yag lemah, dan saya suka bagi dirimu apa yang saya suka bagi diriku sendiri, jangan menjadi pemimpin walau terhadap dua orang, dan jangan menguasai harta anak yatim. (muslim)
Penjelasan:
Hadis ini menerangkan kepada kita bahwa jabatan sebagai pemimpin itu sangat berat, hingga rasul.s.a.w menganjurkan salah seorang sahabat untuk, kalau bisa, tidak menjadi pemimpin walau hanya terhadap dua orang. Akan tetapi pesan yang paling menonjol dari hadis di atas adalah bahwa godaan terberat bagi seorang peimimpin adalah menguasai harta anak yatim. Tentunya, anak yatim di sini adalah salah satu contoh yang merepresentaskan sebuah kelompok masyarakat yang paling lemah. Di luar anak yatim, kita juga bisa menyaksikan orang-orang lemah yang lain, seperti, janda tua, anak-anak terlantar, pengemis, buruh, petani gurem, pengangguran, dsb, yang semua itu menjadi tanggung jawab pemimpin untuk melindunginya, bukan untuk menguasainya. Lantas muncul pertanyaan, bagaimana kita menguasai harta mereka, la wong mereka aja tidak punya harta?
Yang dimaksud menguasai harta mereka ini bukan berarti kita mengambil alih harta kekayaan mereka, melainkan tindakan mengeksploitasi keberadaan mereka untuk kemudian dijual sehingga menghasilkan uang juga termasuk menguasai harta mereka. Selain itu, kebijakan yang tidak berpihak terhadap kaum miskin dan anak yatim ini juga termasuk dalam menguasai harta mereka. Bukankah di dalam harta kita terdapat sebagian harta mereka? Sehingga kita wajib menyisihkan sebagian harta kita untuk kepentingan mereka. Oleh sebab itu, bila kita maknai hadis di atas secara global, maka pesan pokok yang hendak disampaikan adalah, bahwa islam sangat melarang seorang pemimpin mengeksploitasi rakyat kecil, bahkan islam mendorong pemimpin untuk melindungi mereka, karena mereka merupakan bagian dari tanggung jawab pemimpin.