Hadis ke 16
Mewaspadai para pembisik pemimpin
حَدَّثَنَا أَصْبَغُ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا بَعَثَ اللَّهُ مِنْ نَبِيٍّ وَلَا اسْتَخْلَفَ مِنْ خَلِيفَةٍ إِلَّا كَانَتْ لَهُ بِطَانَتَانِ بِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ وَبِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالشَّرِّ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ فَالْمَعْصُومُ مَنْ عَصَمَ
Abu si’id dan abu hurairah r.a. Berkata :
rasulullah saw bersabda : allah tiada mengutus seorang nabi atau
mengangkat seorang khalifah, melainkan ada dua orang kepercayaan
pribadi, seseorang yang menganjurkan kebaikan, dan seorang yang
menganjurkan kejahatan. Sedang orang yang selamat ialah yang dipelihara
oleh allah. (buchary)
Penjelasan:
Setiap pemimpin tentunya memilki asisten
pribadi. Asisten ini biasanya menjadi kepercayaan seorang pemimpin dalam
melakukan banyak hal yang berkaitan dengan kebutuhan pemimpin. Akan
tetapi, seorang pemimpin juga harus waspada terhadap orang-orang
kepercayaannya. Karena rasul s.a.w telah mengingatkan di antara
orang-orang kepercayaan pemimpin tersebut tentu ada yang jujur dan ada
yang tidak jujur. Seorang kepercayaan pemimpin yang jujur pasti akan
memberikan informasi yang benar terhadap pemimpinnya, tetapi seorang
kepercayaan yang tidak jujur tentu akan memberikan informasi yang tidak
benar kepada pemimpinnya. Orang yang terakhir ini lah biasanya yang
selalu menghasut dan membisikkan informasi-informasi yang justru bukan
memperkuat kepemimpinannya, melainkan akan menurunkan integritas
kepemimpinannya. Karena itu, islam sangat menganjurkan agar kita aspada
terhadap orang-orang yang pekerjaannya hanya membisikkan
informasi-informasi salah sehingga pemimpin terdorong untuk megeluarkan
kebijakan yang merugikan kepentingan rakyat banyak.
Hadis ke 17
Pemimpin perlu “pembantu” yang jujur
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عَامِرٍ الْمُرِّيُّ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْقَاسِمِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِالْأَمِيرِ خَيْرًا جَعَلَ لَهُ وَزِيرَ صِدْقٍ إِنْ نَسِيَ ذَكَّرَهُ وَإِنْ ذَكَرَ أَعَانَهُ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهِ غَيْرَ ذَلِكَ جَعَلَ لَهُ وَزِيرَ سُوءٍ إِنْ نَسِيَ لَمْ يُذَكِّرْهُ وَإِنْ ذَكَرَ لَمْ يُعِنْهُ
‘Aisyah r.a. Berkata : rasulullah saw
bersabda : jika allah menghendaki kebaikan terhadap seorang raja, maka
diberinya seorang menteri yang jujur, jika lupa diingatkan, dan jika
ingat dibantu. Dan jika allah menghendaki sebaliknya dari itu, maka
allah memberi padanya ,menteri yang tidak jujur, hingga jika lupa tidak
diingatkan dan jika ingat tidak dibantu. (abu dawud).
Penjelasan:
Seorang pemimpin pasti mengemban segudang
tugas dan amanat yang begitu berat yang harus dijalankan. Sementara
untuk melaksanakan semua tugas itu tidak mungkin dia sendiri
melakukannya. Oleh sebab itu dibutuhkan sejumlah pembantu untuk
meringankan tugas sang pemimpin. Dalam kehidupan politik modern, para
pembantu presiden itu bisa disebut sebagai menteri. Dan barangkali bukan
hanya presiden, semua jabtan publik di negeri ini, baik bupati,
gubernur, wali kota, dpr, hingga kepala sekolah pun, juga membutuhkan
pembantu atau pendamping ahli yang bisa meringankan tugas-tugasnya.
Sehingga dalam konteks indoensia, kita tidak hanya mengenal menteri
sebagai pembantu presiden, melainkan juga terdapat apa yang kita kenal
sebagai juru bicara, asisten ahli, staf ahli, penasehat ahli, dsb.
Keberadan “orang-orang pendamping” ini
tentunya perlu kita apresiasi dengan baik, karena mereka membantu
tugas-tugas kepresidenan. Akan tetapi, kita juga perlu mencermati bahkan
jika diperlukan kita mesti waspada karena tidak semua “orang-orang
pendamping” itu berniat tulus untuk membantu. Akan tetapi lebih dari itu
ada juga yang menyimpan kepentingan tertentu dan menjadi “pembisik”
yang licik. Tentunya banyak cara yang dilakukan para pembantu pemimpin
yang licik ini. Salah satu contoh yang sering kita lihat dalam kehidupan
birokrasi kita adalah; melaporkan situasi yang tidak sebenarnya kepada
pemimpin yang bersangkutan. Bila yang terjadi di lapangan adalah
kelaparan, maka si pembantu hanya melaporkan kekuranagn gizi. Selain itu
tidak sedikit kita jumpai “orang-orang” yang pekerjaanya hanya
membisikkan informasi-informasi bohong kepada pemimpinnya sehingga
pemimpin tersebut mengeluarkan kebijakan berdasarkan informasi bohong
yang ia peroleh. Akibatnay, selain kebijakan itu tidak tepat, sang
pemimpin itu juga jatuh kredibilitasnya. Oleh sebab itu, memilih
pendamping itu harus hati-hati dan waspada. Kedekatan seseorang dengan
pemimpin tersebut dan kepintaran seseorang tidak menjamin dia akan
berbuat jujur terhadap atasannya.
Hadis ke 18
Shalat mendorong pemimpin berbuat adil
حَدَّثَنَا هَدَّابُ بْنُ خَالِدٍ الْأَزْدِيُّ حَدَّثَنَا هَمَّامُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ ضَبَّةَ بْنِ مِحْصَنٍ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَتَكُونُ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ عَرَفَ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ قَالُوا أَفَلَا نُقَاتِلُهُمْ قَالَ لَا مَا صَلَّوْا
Rasulullah saw bersabda: akan ada para
pemimpin yang kalian kenal dan kalian ingkari. Siapa yang tidak
menyukainya maka dia bebas dan barang siapa yang mengingkarinya maka dia
selamat, akan tetapi (dosa dan hukuman) diberlakukan kepada orang yang
yang ridha dan mengikuti para pemimpin itu. Para sahabat bertanya:
apakah kami boleh memeranginya wahai rasulullah saw. Beliau menjawab:
tidak boleh selama para pemimpin itu masih mengerjakan shalat.
(hr.muslim)
Penjelasan:
Hadis ini tidak bisa kita fahami secara harfiyah,
Hadis ke 19
Hadis ke 20
Pemimpin yang bodoh
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنِ ابْنِ خُثَيْمٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَابِطٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِكَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ أَعَاذَكَ اللَّهُ مِنْ إِمَارَةِ السُّفَهَاءِ قَالَ وَمَا إِمَارَةُ السُّفَهَاءِ قَالَ أُمَرَاءُ يَكُونُونَ بَعْدِي لَا يَقْتَدُونَ بِهَدْيِي وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي فَمَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَأُولَئِكَ لَيْسُوا مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُمْ وَلَا يَرِدُوا عَلَيَّ حَوْضِي وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَأُولَئِكَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُمْ وَسَيَرِدُوا عَلَيَّ حَوْضِي يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ الصَّوْمُ جُنَّةٌ وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ وَالصَّلَاةُ قُرْبَانٌ أَوْ قَالَ بُرْهَانٌ يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ النَّاسُ غَادِيَانِ فَمُبْتَاعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا وَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُوبِقُهَا
Rasulullah saw bersabda kepada ka’ab bin
ujrah: mudah-mudahan allah melindungimu dari para pemimpin yang bodoh
(dungu). Ka’ab bin ujzah bertanya: apa yang dimaksud dengan pemimpin
yang dungu wahai rasulullah saw? Beliau menjawab: mereka adalah para
pemimpin yang hidup sepeninggalku. Mereka tidak pernah berpedoman pada
petunjukku, mereka tidak mengikuti sunnahku. Barang siapa yang
membenarkan kedustaan mereka ataupun mendukung atas kezaliman mereka,
maka orang itu tidak termasuk golonganku, karena aku bukanlah orang
seperti itu. Mereka juga tidak akan mendapatkan air minum dari telagaku.
Wahai ka’ab, sesungguhnya puasa adalah benteng, sedekah itu bisa
menghapus kesalahan, sedangkan shalat adalah upaya mendekatkan diri
kepada allah (qurban) –dalam riwayat lain burhan (dalil)- wahai ka’ab
sesungguhnya tidak akan masuk surga seonggok daging yang berasal dari
barang haram. Dan api neraka lebih berhak untuk melahapnya. Wahai ka’ab
bin ujrah, manusia terpecah menjadi dua golongan: pertama, orang yang
membeli dirinya (menguasai dirinya), maka dia itulah yang memerdekakan
dirinya. Golongan yang menjual dirinya, maka dia itulah yang
membinasakan dirinya sendiri. (hr. Ahmad bin hambal)
Penjelasan:
Hadis ini berbicara tentang “nasib”
kepemimpinan sepeninggal rasul s.a.w. Bahwa pasca meninggalnya rasul,
kepemimpinan umat islam akan diwarnai tindakan-tindakan yang oleh rasul
disebut “bodoh”. Karena itu, rasul kemudian senantiasa berdo’a semoga
umatnya terlindungi dari “bahaya-bahaya” akibat pemimpin yang bodoh ini.
Akan tetapi, kita di sini tentunya tidak akan memaknai kata bodoh
secara harfiyah. Karena bisa jadi kita memiliki pemimpin yang pintar,
cerdas, bergelar profesor atau bahkan sekaligus ulama, namun jika
pemimpin itu tidak berpegang teguh pada sunnah rasul maka dia layak
disebut sebagai yang bodoh atau dungu.
Lantas siapa yang dimaksud pemimpin yang
mengikuti sunnah rasul itu? Apakah pemimpin yang puasa sunnah senin
kamis ? Tentunya yang dimaksud pemimpin yang mengikuti sunnah rasul di
sini adalah pemimpin yang mengikuti jejak rasul dalam menjalankan
kepemimpinannya. Kita tahu, bahwa kepemimpinan rasul adalah kepemimpinan
yang menjunjung tinggi keadilan, toleransi, dan dekat dengan rakyat.
Apa yang kini kita kenal sebagai “piagam madinah” adalah sebagai pedoman
rasul dalam menjalankan kepemimpinannya terhadap semua rakayat saat itu
tanpa memandang latar belakang agama, etnis, warna kulit dan jenis
kelamin. Semua rakyat madinah yang plural itu dilindungi dan dijamin
haknya oleh rasul. Oleh sebab itu, bagi pemimpin pasca rasul yang tidak
mampu mengikuti jejak rasul seperti di atas maka dia disebut bodoh oleh
rasul.
Hadis ke 21
Pemimpin dzalim dibenci Allah
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْمُنْذِرِ الْكُوفِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ عَنْ فُضَيْلِ بْنِ مَرْزُوقٍ عَنْ عَطِيَّةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ عَادِلٌ وَأَبْغَضَ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ وَأَبْعَدَهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ جَائِرٌ قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي سَعِيدٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ
Rasulullah saw bersabda: sesungguhnya
manusia yang paling dicintai allah pada hari kiamat dan yang paling
dekat kedudukannya di sisi allah adalah seorang pemimpin yang adil.
Sedangkan orang yang paling dibenci allah dan sangat jauh dari allah
adalah seorang pemimpin yang zalim. (hr. Turmudzi)
Penjelasan:
Hadis ini sekali lagi menekankan bahwa
kriteria adil sangat penting bagi seorang pemimpin. Tanpa nilai-nilai
keadilan yang dijunjung tinggi oleh seorang pemimpin, maka sebuah
kepemimpinan tidak akan berhasil mengangkat kesejahteraan umatnya.
Karena itu, bisa kita fahami mengapa rasul berkali-kali menekankan akan
pentingnya seorang pemimpin yang adil. Dalam hadis ini, seorang pemimpin
yang adil akan ditempatkan sangat dekat sekali kedudukannya dengan
allah, sedangkan pemimpin yang dzalim adalah sangat dibenci sekali oleh
allah. Kedua balasan (imbalan dan ancaman) ini tentunya mencerminkan
sebuah penghargaan allah yang begitu besar kepada pemimpin yang mampu
berbuat adil kepada rakyatnya.
Hadis ke 22
Kedzaliman pemimpin mempercepat datangnya kiamat
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنِي عَمْرٌو عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَشْهَلِ عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَقْتُلُوا إِمَامَكُمْ وَتَجْتَلِدُوا بِأَسْيَافِكُمْ وَيَرِثُ دِيَارَكُمْ شِرَارُكُمْ
Rasulullah saw bersabda: kiamat tidak
akan terjadi sampai kalian membunuh para pemimpin kalian, pedang-pedang
kalian banyak sekali meminum darah, dan agama kalian diwarisi (dikuasai)
oleh orang-orang yang paling buruk di antara kalian. (hr. Ahmad bin
hambal)
Penjelasan:
Hadis ini mengilustarikan sebuah zaman
dimana bila seorang pemimpin bertindak sangat lalim dan rakyat
melawannya hingga membunuh pemimpin lalim itu, maka itu pertanda kiamat
sudah dekat. Logikanya, bila dalam sebuah zaman muncul perlawanan rakyat
terhadap pemimpin, maka di zaman itu berarti terdapat pemimpin yang
dzalim nan lalim. Karena bila sebuah kepemimpinan itu baik dan tidak ada
kedzaliman, maka niscaya tidak mungkin akan muncul perlawanan rakyat.
Oleh sebab itu, pesan pokok yang hendak disampaikan oleh hadis ini
adalah bahwa bila terjadi kedzaliman pemimpin di mana-mana, maka itu
berarti pertanda kiamat sudah dekat.
Lalu bagaiman dengan zaman kita saat ini,
dimana sebagian besar pemimpin sedikit sekali yang berbuat adil dan
banyak sekali yang berbuat dzalim, serta perlawanan rakayat begitu
dahsyata hingga ada pemimpin yang dibunuh oleh rakyatnya, apakah zaman
kita sudah termasuk tanda-tanda kiamat ? Pertanyaan ini memang tidak
bisa kita jawab “ya” atau “tidak”. Karena yang maha mengetahui kapan
kiamat itu terjadi adalah allah. Akan tetapi, bila kita melihat kondisi
kepemimpinan kita di zaman ini akan nampak sekali tanda-tanda kiamat
sebagaiman telah diseritakan rasul dalam hadis di atas.
Hadis ke 23
Menjaga amanat adalah bagian dari iman
حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ حَدَّثَنَا الْمُغِيرَةُ بْنُ زِيَادٍ الثَّقَفِيُّ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ وَلَا دِينَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَهُ
Rasulullah saw bersabda: tidak beriman
orang yang tidak bisa menjaga amanah yang dibebankan padanya. Dan tidak
beragama orang yang tidak bisa menepati janjinya. (hr. Ahmad bin hambal)
Penjelasan:
Mungkin kita hanya mengenal slogan-slgan
keagamaan semisal: kebersihan adalah bagian dari iman, malu adalah
bagian dari iman, dsb. Tapi kita jarang –atau mungkin tidak pernah-
mengatakan bahwa menjaga amanat adalah bagian dari iman. Padahal, rasul
juga pernah bersabda bahwa menjaga amanat adalah bagian dari dasar-dasar
keimanan dan keagamaan. Dan barang siapa yang tidak menjaga amanat maka
rasul menyebut dia tidak sempurna iman dan agamanya.
Andai kita mengkampanyekan hadis ini ke
masyarakat luas, apalagi di saat-saat kampanye presiden, bupati,
gubernur, dsb, maka kita setidaknya telah menekan munculnya “potensi”
penyelewengan amanat oleh pemimpin kita, meskipun itu sekecil semut. Hal
itu karena dalam tradisi kepemimpinan kita, upaya menjaga amanat itu
sangat kecil. Sumpah jabatan sebagai mekanisme penyerahan amanat
ternyata tidak disertai sebuah mekanisme kontrol yang ketat terhadap
amanat itu. Oleh sebab itu, kampanye keagamaan untuk mendorong seseorang
(pemimpin) agar senantiasa menjaga amanat (kepemimpinanya) adalah
penting segera kita galakkan.
Hadis ke 24
Pemimpin dianjurkan memberi suri tauladan yang baik (nasehat) kepada rakyatnya
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُسْهِرٍ حَدَّثَنِي عَبَّادُ بْنُ عَبَّادٍ الْخَوَّاصُ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي عَمْرٍو السَّيْبَانِيِّ عَنْ عَمْرِو بْنِ عَبْدِ اللَّهِ السَّيْبَانِيِّ عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَقُصُّ إِلَّا أَمِيرٌ أَوْ مَأْمُورٌ أَوْ مُخْتَالٌ
Rasulullah saw bersabda: tidak ada yang
berhak untuk memberikan ceramah (nasehat/cerita hikmah) kecuali seorang
pemimpin, atau orang yang mendapatkan izin untuk itu (ma’mur), atau
memang orang yang sombong dan haus kedudukan. (hr. Muslim)
Penjelasan:
Hadis ini bukan berarti hanya pemimpin
yang berhak memberi nasehat kepada umat, melainkan hadis ini mengandung
pesan bahwa seorang pemimpin seharusnya bisa memberikan suri tauladan
yang baik kepada umatnya. Karena yang dimaksud ceramah disini bukan
dalam arti ceramah lantas memberi wejangan kepada umat, akan tetapi yang
dimaksud ceramah itu adalah sebuah sikap yang perlu dicontohkan kepada
umatnya. Seorang penceramah yang baik dan betul-betul penceramah
tentunya bukan dari orang sembarangan, melainkan dari orang-orang
terpilih yang baik akhlaqnya. Begitu pula dalam hadis ini, pemimpin yang
berhak memberikan ceramah itu pemimpin yang memiliki akhlaq terpuji
sehingga akhlaqnya bisa menjadi tauladan bagi rakyatnya.
Jadi kriteria-kriteria yang harus
dipenuhi oleh seorang penceramah, maka itu juga harus dipenuhi oleh
seorang pemimpin. Karena pada zaman rasul dulu, seorang penceramah atau
yang memberikan hikmah kepada umat adalah para penceramah ini, sehingga
rasul mengharuskan seorang pemimpin harus memiliki akhlaq yang sama
dengan penceramah ini.
Hadis ke 25
Jabatan Pemimpin itu dekat dengan neraka
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ خَلَّادٍ الْبَاهِلِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْقَطَّانُ حَدَّثَنَا مُجَالِدٌ عَنْ عَامِرٍ عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ حَاكِمٍ يَحْكُمُ بَيْنَ النَّاسِ إِلَّا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَلَكٌ آخِذٌ بِقَفَاهُ ثُمَّ يَرْفَعُ رَأْسَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَإِنْ قَالَ أَلْقِهِ أَلْقَاهُ فِي مَهْوَاةٍ أَرْبَعِينَ خَرِيفًا
Rasulullah saw bersabda: setiap pemimpin
yang memimpin rakyatnya, pada hari kiamat pasti akan didatangkan.
Kemudian malaikat mencengkeram tengkuknya dan mengangkatnya sampai ke
langit. Kalau ada perintah dari allah: lemparkanlah, maka malaikat akan
melemparkannya ke bawah yang jauhnya adalah empat puluh tahun
perjalanan. (hr. Ibnu majah)
Penjelasan:
Hadis ini menggambarkan betapa jabatan
sebagai pemimpin itu berat dan seolah bediri diantara ranjau-ranjau
neraka yang sewaktu-waktu bila orang itu salah menginjaknya maka ranjau
itu akan akan meledak dan membunuh sang pemimpin itu. Mungkin kita
memandang bahwa menjadi pemimpin (presiden) itu serba enak; fasilitas
dijamin, harta melimpah dan kehormatan terpandang, sehingga semua orang
bercita-cita ingin menjadi presiden, padahal bila semua orang tahu bahwa
pemimpin (presiden) itu berjalan di atas jembatan yang dibawahnya
berkobar api neraka, maka niscaya semua orang mungkin tidak akan
berharap akan menjadi presiden (pemimpin). Posisi pemimpin yang cukup
rentan ini dikarenakan beratnya tanggung jawab yang harus dipikul
seorang pemimpin. Sekali ia lengah dan mengabaikan tanggung jawabnya,
maka ia bisa tergelincir dan jatuh ke jurang neraka selama-lamanya. Oleh
sebab itu, tak heran bila rasul mengambarkan poisi pemimpin itu
sebagaimana digambarkan oleh hadis di atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar